Maulid Nabi SAW
Maulid Nabi SAW
Maulid Nabi SAW
Pengajian Rutin

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ


Kalamullah
"Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha perkasa lagi Maha Pengampun." (Fathir: 28)

Sabda Nabi
“Sesungguhnya ulama adalah pewaris para nabi. Sungguh para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham. Sungguh mereka hanya mewariskan ilmu maka barangsiapa mengambil warisan tersebut ia telah mengambil bagian yang banyak.” (HR. At Tirmidzi, dishahihkan Al Imam Al Albani)

Nasehat Salaf
"Jika engkau bisa, jadilah seorang ulama. Jika engkau tidak mampu, maka jadilah penuntut ilmu. Bila engkau tidak bisa menjadi seorang penuntut ilmu, maka cintailah mereka. Dan jika kau tidak mencintai mereka, janganlah engkau benci mereka." (Umar bin Abdul Aziz)
Rosulullah SAW Bersabda :"Barang siapa yang menyebut (berdzikir) kepada-Ku dalam kelompok yang besar (berjamaah), maka Aku (Allah) akan menyebut (membanggakan) nya dalam kelompok (malaikat) yang lebih besar (banyak) pula "(HR. Bukhari-Muslim)

Kisah Nabi Nuh dan Nabi Hud

Nabi Nuh dan Nabi Hud

Nabi Nuh

(Perahu penyelamat)

Nuh adalah keturunan kesembilan Nabi Adam. Ayah Nuh bernama Lamik bin Metusyalih bin ldris. Nuh diutus ke negeri Armenia.
Kala itu, penduduk Armenia banyak berbuat buruk. Kejahatan merajalela. Yang kuat menindas yang lemah. Yang kaya memeras yang miskin. Mereka juga menyukai sesama jenis alias homo dan lesbi. Pendek kata, kemak.siatan terjadi di mana-mana.
Penduduk Armenia benar-benar telah sesat. Mereka sudah jauh menyim¬pang dari ajaran Nabi ldris. Lebih parah lagi, penduduk Armenia asyik dalam perbuatan syirik. Mereka tidak lagi beribadah kepada Allah. Tuhan mereka telah berganti. Kini, patung-patung yang di.sembah. Ada Wadd, Suwa ,Yaguts, Yatug, dan Nasr. Demikian, nama patung-patung itu. Penduduk Armenia percaya, patung-patung itu bisa memberi kebaikan. Patung-patung itu bisa menolak keburukan. Sungguh bodoh. Patung-patung, kok, disembah. Tak ada patung yang bisa bi¬cara, apalagi memberi. Lucunya, patung-patung itu dibuat oleh mereka sendiri. Mestinya, yang membuat itu lebih mulia daripada yang dibuat.

Dihina dan Dicemooh
Nuh berdakwah. Banyak penyimpangan yang mesti diluruskan. Nuh mengajak kaumnya ke jalan yang benar.
‘’Saudara-.saudara, aku ini rasul Allah. Aku diutus untuk mengingatkan kalian. Tinggalkan patung-patung itu! Beribadahlah kepada Allah! Dialah T uhan Yang Maha Esa,” demikian, Nuh menyeru kaumnya.
‘’Yang Maha Esa? Nggak salah, nih?
Kami punya banyak tuhan. Tuhan-tu¬han ini yang telah memberi kami kese¬nangan. Masa kami harus berpaling ke lain tuhan. Yang benar saja!”
“ Siapa yang membuat patung-patung itu?
“ jelas kami,dong.”
‘‘mana yang lebih baik, yang membuat atau yang dibuat? mana yang lebih mu¬lia, patung atau manusia? Patung-pa¬tung tidak bisa berbuat apa-apa. Jangankan memberi, bergerak saja tidak bisa.”
‘‘Kami hanya mengikuti para leluhur. mereka telah melakukan ini bertahun-tahun. Buktinya, mereka hidup makmur. mereka bisa kaya raya.”
‘‘Allah adalah Penguasa alam semesta. Perhatikan langit, matahari, bumi, bulan, bintang, air, hewan, dan tumbuhan. Semua diciptakan oleh-Nya. Patung-patung itu tidak bisa menciptakan. Pa¬tung-patung itu ada sesudah alam ini
“Hai Nuh, jangan sok pintar! Kamu ini nggak ada apa-apanya. Harta tak se¬berapa. Pengikut kamu juga hanya orang-orang miskin,’’ teriak seseorang dengan berang.
‘‘ Jangan menggurui! Kami tidak butuh nasihat! Kami tahu apa yang harus kami lakukan. Jadi, nggak usah berlagak di depan kami,’‘ tambah yang lain
“Hai, Nuh,’’ kata seseorang,’’jangan sok suci! Kamu hanya manusia biasa. Sama seperti kami. Kamu makan, Kami juga makan.lalu,apa kelebihan kamu?
mestinya, yang diutus itu malaikat, bukan kamu.’‘
Dengan sabar, Nuh menjawab, ‘‘Sau¬dara-saudara, harta bukan tolok ukur kemuliaan. Buat apa kaya kalau jahat’‘
‘‘Dasar gila! Rupanya, Nuh ini sudah tidak waras,’’ ucap seseorang. Jari ta¬ngannya menyumbat telinga. Yang lain menutupkan baju ke muka. mereka ti¬dak mau lagi mendengar omongan Nuh.
‘‘ Aku hanya menyampaikan peringat¬an. Sadarlah! Kembalilah ke jalan yang benar. Jika tidak, kalian pasti mendapat hukuman di dunia. Belum lagi, siksaan di akhirat kelak.’‘
‘‘Hai, Nuh, jangan mengoceh saja! Datangkan saja azab itu. Kami tidak takut, kok.’‘
‘‘ Aku hanya seorang rasul. Tugasku hanya menyampaikan. Selebihnya terse¬rah kalian. Jika berkeras kepala, Allah akan menghukum kalian. Hanya Dia yang berkuasa menimpakan siksaan.’‘

Hanya Segelintir yang Beriman
Selama 950 tahun Nuh tinggal bersama penduduk Armenia. Sekian lama, ia berdakwah. Siang malam menyeru kaumnya. Namun, hasilnya tidak seperti yang diharapkan. Hanya beberapa orang yang mau beriman. Jumlah mereka tidak lebih dari seratus orang. ltupun berasal dari kalangan orang-orang miskin. Padahal, ia berdakwah siang malam. Yang beriman tak jua bertambah. Segala cara telah dicoba. Kadang berdakwah secara terbuka. Kadang juga secara sembunyi-sembunyi. Sabar, bi¬jak, dan lemah lembut Demikian, Nuh mengetuk hati kaumnya. Namun, ia se¬lalu bersikap tegas. Terutama dalam menghadapi para pembesar yang cong¬kak. Kekayaan dan pengaruh mereka tak membuatnya silau. Nuh tetap mera¬sa percaya diri. Secuil pun tak ada pera¬saan minder.
Pernah beberapa pembesar menemui Nuh. mereka mau beriman, tapi dengan satu syarat Nuh harus mengusir orang¬orang miskin yang menjadi pengikutnya. Alasannya, orang-orang miskin itu tidak level. masa mereka harus bergaul dengan orang-orang kumuh.
Tawaran itu tentu saja ditolak. Bahkan, dengan tegas Nuh menyatakan bah¬wa semua manusia itu sama. Kaya dan miskin tak berbeda. Perbedaan hanya ditentukan oleh ketaatan, bukan oleh kekayaan. Allah tidak membeda-bedakan manusia berdasarkan harta .

Perahu Penyelamat
Tidak hanya hinaan yang diterima Nabi Nuh. Kekerasan pun sering dialami¬nya. Suatu ketika Nuh dan para peng¬ikutnya diusir mereka dilempari batu.
“Hai, Orang-orang Dungu, enyahlah! Kalian tidak pantas tinggal bersama kami.’’ Demikian, orang-orang beriman diteriaki.
Tak ada lagi harapan. Kesabaran juga ada batasnya. Kesesatan orang¬ orang Armenia sudah kelewat batas. Hati mereka seperti gelas tertelungkup. Nasihat apa pun tak bisa masuk. mere¬ka telah diperbudak hawa nafsu. Bisik¬an-bisikan setan lebih didengar daripada seruan Nuh.
Harapan tinggal harapan. Usaha pun sudah maksimal. Pengikut Nuh hanya itu-itu jua. Tak ada lagi penduduk Armenia yang beriman. Selebihnya, terserah kepada Sang Pencipta.
Nuh tak bisa berbuat apa-apa lagi.
Hanya saja, ia merasa kasihan kepada para pengikutnya. Diteriaki, diusir, dan disakiti. maka, ia berdoa kepada Allah.
‘’Ya Allah, habisi saja orang-orang kafir itu. Jangan biarkan seorang pun hid up. Sebab, mereka akan terus meng¬ganggu. mereka akan terus berusaha menyesatkan hamba-hamba-mu. mereka juga hanya akan melahirkan anak¬anak durhaka seperti mereka.”
Doa seorang nabi sungguh manjur. Allah mengabulkan permohonan Nuh. Tak lama kamudian, malaika t Jibril datang. Jibril menyuruh Nuh menanam sebuah pohon. Bukan sembarang pohon, melainkan benihnya berasal dari surga.
‘‘Benih ini akan tumbuh menjadi pohon yang sangat besar. Sebelumnya, tidak ada pohon sebesar ini, “kata Jibril men¬jelaskan.
Segera Nuh menaman benih itu. Beberapa tahun kemudian, pohon itu tumbuh. makin lama makin besar dan tinggi. Orang-orang Armenia takjub. Pohon itu sungguh ajaib. Sejak pohon itu tumbuh, tak ada satu pun bayi yang lahir. Benar¬benar menakjubkan.
Jibril datang kembali. Ada pesan lagi. Pohon itu harus ditebang. Nuh harus membuat perahu. Orang-orang beriman dikumpulkan. Titah Allah disampaikan. Namun, mere¬ka masih bingung. Seperti apa bentuk perahu itu? Bagaimana membuamya?
Akhirnya, petunjuk Allah datang jua. mulailah para pengikut Nuh bekerja. Semua sibuk. Ramai-ramai bergotong royong. Bahu-membahu. Tak seorang pun berleha-leha.
Rancangan perahu dibuat. Pohon besar itu ditebang. Papan-papan besar di¬jejerkan. Satu per satu papan-papan itu dipasang. Perlahan, tapi pasti, perahu hampir jadi.
Pekerjaan mereka bukan tanpa masalah. Gangguan selalu saja ada. Setiap hari, orang-orang kafir lewat. Cemooh¬an dan hinaan datang silih berganti.
‘‘Lihat, orang-orang bodoh itu! Se¬dang apa mereka?” teriak seseorang. ‘‘Katanya, sedang membuat perahu,” yang lain menimpali.
‘‘Hah, membuat perahu? Untuk apa?
Di sini nggak ada air, Bung. memang perahu bisa melaju di darat?”
‘‘Bisa, asalkan didorong oleh orang¬orang dungu itu!”
‘‘H ahaha…”
Cemoohan itu bukan sekali dua kali. Setiap hari, ada saja mulut orang kafir yang usil. Tentu saja, orang-orang yang sedang membuat perahu itu terganggu. T elinga mereka panas juga. Perasaan dongkol, kesal, dan mengkal mulai muncul. Melihat itu, Nuh berusaha menghibur. Bahkan, suatu ketika ejekan itu dibalasnya.
‘‘Sekarang, kalian menghina. Tak lama lagi, kalian akan menyesal. Tunggulah azab Allah. lngat, kalian akan menyesal! Kalian pasti binasa.”
Orang-orang kafir itu tertawa. Dengan sinis, mereka berkata, Ayo, da¬tangkan saja azab itu. Jangan ditunda tunda. Siapa takut?”
“Hai, Nuh, sejak kapan kamu jadi tu¬kang kayu. Ganti pekerjaan, ya? Kata¬nya nabi, sekarang … ehhh … malah jaai tukang perahu,’’ejek seseorang.
‘‘Bisa saja kalau penumpangnya orang-orang gila. Atau mungkin, nanti aaa angin besar. Lalu, perahu Nuh terbawa ke laut/’ jawab yang lain.

Azab Segera Tiba
Kesabaran selalu membuahkan hasil. Kerja keras tiaaklah sia-Sia. Perahu telah jaai. Sebuah perahu yang sangat besar. Dan ini merupakan perahu perta¬ma di dunia. Tak lama kemuadan, Nuh menerima wahyu.
‘‘Segeralah berkemas! Kumpulkan orang-orang beriman. Jangan lupa he¬wan-hewan. ‘masing-masing bawa sepa¬sang, jantan aan betina.”
Semua orang beriman sibuk. Barang-barang bawaan sudah dinaik¬kan. Begitu juga, hewan-hewan. Perahu penuh dengan muatan. Terakhir, giliran
orang-orang beriman. ‘mereka bergegas naik ke perahu.
Orang-orang kafir terus saja meng¬olok-olok. Tak bosan-bosannya, mere¬ka mencela.
‘‘Hahaha … , orang-orang sinting itu mau berlayar ke mana? lni aaratan, bu¬kan lautan,” mereka tertawa terbahak-bahak.
Tanpa disadari, langit mulai menaung. Awan hitam bergumpal-gumpal. ‘makin lama, makin besar. Suara angin mende¬ru-deru. Petir berkilat menyilaukan. T erdengar guruh menggelegar. Keadaan benar-benar mengerikan.
Tak lama berselang, hujan turun. Sangat lebat Air mengguyur bumi. Tak hujan, mata air juga bermunculan. Air memancar di mana-mana.
Dan bumi pun digenangi air. makin lama, makin tinggi. Air bah melanda negeri. Banjir bandang menyapu kota. Bahkan, gunung-gunung pun terendam. T ak ada lagi tempat berlindung.
Perahu Nuh mulai bergerak. Dengan iringan Bismillah majraha UJa mursaha berlayarlah kapal Nabi Nuh. Gelombang menggoyang. Angin kencang menerpa.
Sementara itu, di sana-sini banyak orang berenang. Orang-orang kafir berenang melawan gelombang. Bergelut melawan maut. Akan tetapi, tak lama mereka bertahan. Tenaga habi.s terkuras. Napas mereka megap-megap. Lalu, ombak datang bergulung-gulung. Setinggi gunung. Satu per .satu orang – orang kafir itu tenggelam.

Anak Durhaka
Nuh naik ke geladak perahu. Badai. semakin besar. Cuaca bertambah kelam. Kadang terlihat tubuh orang-orang kafir mengambang. Di.seret arus yang sangat deras. Lolongan minta tolong begitu menyayat Namun, air bah tak kenal ampun. Semua dibabat habis.
Tiba-tiba, Nuh melihat .seorang pemu¬da la tengah menaiki sebuah bukit Na¬pasnya tersengal-sengal. Ketakutan tampak pada wajahnya. Ternyata, Kan’an, anaknya sendiri.
Timbullah perasaan iba. Bagaimana¬pun Kan’an adalah anak kandungnya. Serta-merta Nuh memanggil-manggil anaknya. Sekuat tenaga ia berteriak.
‘‘Anakku, kemarilahr ikutlah bersama Ayah. Segeralah bertobat hanya itu yang bisa membuatmu selamatr” Kan’an benar-benar durhaka. Keras kepala dan sombong. Dengan pongah, ia menampik tawaran sang ayah.
‘‘Tidak! Enyahlah dariku! Berlayarlah sejauh mungkin! Aku tidak sudi pergi bersamamu! Aku akan mencari tempat yang paling aman. Aku akan terus naik. Aku akan berlindung di atas bukit ini,” teriak Kan’an.
“Anakku, tak ada lagi tempat ber¬lindung. Bukit itu juga akan tenggelam. Ayolah, Nak! Naiklah ke perahu,” Nuh membujuk sekali lagi.
Belum kering ucapannya, gelombang datang. Kan’an digulung gelombang. Tu¬buhnya timbul tenggelam. Napasnya ngos-ngosan. Sampai akhirnya, tubuh Kan’an tak kelihatan lagi. Tenggelam.
Nuh sangat bersedih. matanya berkaca-kaca. Bagaimana tidak, baru saja ia menyaksikan kematian Kan’an. Kena¬pa putranya harus mati sebagai orang kafir?
“Tuhan, Kan’an itu anakku. Dia itu darah dagingku. Dia adalah bagian keluargaku,” ujar Nuh.
“Hai, Nuh, Kan’an bukan keluargamu.
Dia telah menolak seruanmu. Berarti, dia termsuk golongan kafir. Jangan berduka. Keluargamu hanyalah orang-orang yang mengikutimu. mereka itulah yang akan diselamatkan. Tak usah kau tanyakan perihal orang-orang durhaka itu.
Nuh pun sadar. Teguran Allah telah mengingatkannya. Rasa sayang kepada Kan’an telah membuatnya lupa. Lupa bahwa hukuman berlaku untuk semua orang kafir termasuk anaknya.
“Ya Allah, aku berlindung kepada Engkau dari goaaan .setan yang terlak¬nat. Sudilah Engkau mengampuni kesa¬lahanku. Jika Engkau tak berkenan memberi ampunan, ni.scaya aku terma¬suk orang yang malang,” Nuh, memanjatkan doa.
Akhirnya, badai mereda. Hujan berhenti. Air melesap ke dalam tanah. Perahu bertambat di atas sebuah bukit. Bukit Judi, namanya. Langit mulai cerah. matahari menerangi bumi. Debit air telah menyusut. Nuh dan para pengikutnya turun dari perahu. Saat itu, bertepatan dengan .se¬puluh muharram.
Keselamatan, kesejahteraan, dan keberkahan menyertai orang-orang beriman. Kini, mereka memulai hidup baru.
Bulan berganti bulan. Tahun demi tahun, datang silih berganti. Orang-orang beriman beranak-pinak. Penghuni bumi terus bertambah. Keturunan Nuh pun menyebar.

—oOo—

Nabi Hud

(BerdakwahTanpa Meminta Upah)

Adalah bapak dari suatu kaum yang hidup di jazirah Arab. Tepatnya, di daerah Al-Ahqaf. Daerah ini terletak di utara Hadramaut antara Yaman dan Oman. Mereka tinggal di tenda-tenda yang memiliki tiang-tiang yang besar.
Kaum ‘Ad memiliki otot yang kekar. Tubuh mereka tinggi besar. Mereka hidup makmur. Mereka tinggal di daerah yang subur. Sumber-sumber air mengalir di banyak tempat. Keadaan ini sangat memudahkan mereka untuk bercocok tanam. Bidang pertanian mereka pun berkembang pesat.
Perkampungan kaum ‘Ad sangat indah. Kebun-kebun terhampar luas. Taman-taman menghijau indah. Tak ada kekurangan sandang, pangan, dan papan. Tidak mengherankan pertumbuhan penduduk kaum ‘Ad sangat pesat. Mereka menjadi suku terbesar. Jumlah mereka jauh melampaui suku-suku yang ada di sekitarnya.
Kehidupan kaum ‘Ad sangat makmur dan sejahtera. Perekonomian berkembang pesat. Gedung-gedung berdiri megah. Sayangnya, mereka hidup bermewah-mewah. Tiada hari tanpa berfoya¬foya. Kekayaan menjadi ke.sombongan. Harta menjadi tujuan. Uang menjadi kebanggaan. Apapun dilakukan demi uang.
Kekayaan membuat mereka lupa daratan. Mereka lupa akan Sang Pencipta. Padahal, Dialah yang telah mem¬beri mereka kesejahteraan. Mereka abaikan tugas utama di dunia, yaitu beribadah kepada-Nya.
Ada sebagian kaum ‘Ad yang sadar akan semua itu. Namun, mereka salah menempuh jalan. Mereka tidak beriba¬dah kepada Allah Yang Maha Esa. Me¬reka malah membuat patung-patung. Patung-patung inilah yang kemudian mereka sembah.
Kaum ‘Ad adalah kaum yang pertama menyembah berhala setelah badai meluluhlantakkan
kaum Nuh. Patung-patung itu piberi nama. Ada nama ShAda, Shamup, Al-Haba, dan sebagamya.
Singkatnya, kaum ‘Ad telah menjadi budak. KeAdaan mi membuat mereka tak bisa tenang. Kehidupan mereka .se¬makm kacau. Akhlak sama sekali dikesampingkan. Kekayaan pan kekuatan justru semakm berperan. Kesewenang-wenangan di masyarakat kian merajalela. Kesombongan, kedengkian, kebenci¬an, dendam kesumat semakin subur. Tidak Ada lagi kasih sayang, kejujuran, amanat, dan kerendahhatian.

Berdakwah Tanpa Meminta Upah
Bisa saja Allah menghancurkan kaum ‘Ad seketika. Mereka .sudah jauh menyimpang. Namun, Allah Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Kasih sayang¬Nya jauh melampaui murka-Nya .
Kemudian, Allah mengutus .seorang nabi. Tugas utama sang nabi tak jauh berbeda. Menyampaikan ajaran tauhid, mencontohkan ibadah yang benar, dan meluruskan akhlak kaum (Ad.ltulah ja¬lan yang lurus.
Sang nabi berasal dari kaum ‘Ad sendiri. dialah Hud. Nasabnya bersambung ke Sam, putra Nuh.
Sejak kecil, Hud .sudah dikenal berakhlak baik. la memiliki perilaku yang santun dan akhlak yang luhur. Orang¬ orang senang bergaul dengannya. Wa¬jar, kalau teman-temannya banyak.
Negeri kaum ‘Ad memang subur. Kesuburan membawa kemakmuran. Sayangnya, kemakmuran tidak membuat kaum ‘Ad bersyukur. Padahal, kesu¬buran ini merupakan anugerah Allah. Air mengalir, pohon-pohon berderet, dan gunung-gunung menjulang. demikian indah pemandangan negeri kaum (Ad. lnilah yang kemudian menjadi saran dakwah Hud.
Hud mulai berpakwah. disampai¬kannya bahwa Allah Adalah Sang Pen¬cipta. Alam mi piciptakan pan piatur oleh-Nya. Manusia hanya bisa menggu¬nakan.ltu sebabnya, segala kenikmatan di alam ini merupakan anugerah-Nya.
Sudah sepatutnya, kaum ‘Ad bersyukur. Hanya kepada Allah seharus¬nya mereka beribadah. Bukan malah menyembah patung-patung. Patung-patung ini tidak bisa menciptakan. Bahkan, patung-patung itulah yang diciptakan oleh mereka. Jadi, mestinya manusia yang menciptakan itu lebih mulia ketimbang patung-patung yang diciptakan. Tidak semestinya manusia yang lebih mulia itu merendahkan diri di depan patung-patung yang tak berdaya.
Nabi Hud memperkenalkan diri bahwa ia adalah rasul Allah. la mengemban tu¬gas untuk membimbing kaum ‘Ad ke jalan yang lurus Kaum ‘Ad semestinya beriman kepada Allah Allah. yang meng¬hidupkan dan mematikan mereka Allah yang memberi mereka kemakmuran
Ditegaskan bahwa ia tidak mengharapkan upah. Dakwah dilakukan se¬mata-mata karena Allah. ia hanya menjalankan perintah-Nya Tugasnya ialah memberi peringatan dan kabar gembira Peringatan, jangan sampai kaum ‘Ad mendapat azab Allah, baik di dunia mau¬pun di akhirat Dan kabar gembira bagi siapa pun yang menuruti ajakannya.
Jangan sampai kaum ‘Ad ditimpa azab Kebinasaan kaum Nuh seharusnya dijadikan pelajaran. Allah menenggelamkan kaum Nuh dengan air bah Pasalnya, kaum Nuh durhaka kepada Allah me¬reka menolak seruan Nabi Nuh mereka bersikukuh dalam kesesatan

Berbuah Penolakan
Seruan Hud tak dihiraukan Kaum , Ad menganggapnya seperti angin lalu saja Dakwah Hud terasa asing di telinga mereka Belum pernah mereka mende¬ngar seruan semacam ini Yang mereka tahu, hidup itu untuk bersenang-senang. Kesenangan yang mereka inginkan, bukan kesusahan.
Kebanyakan kaum ‘Ad menolak me¬reka tidak mau mengubah kebiasaan mereka mereka enggan meninggalkan tradisi yang sudah turun-temurun dari leluhur mereka Oleh karena itu, pe¬nyembahan berhala pun jalan terus.
Tidak hanya menolak, kaum ‘Ad juga bersikap galak. Berani-beraninya anak kemarin sore memberi nasihat. Tidak, mereka tidak akan menerima ajakan Hud. Apalagi, sampai harus meninggal¬kan agama leluhur Jelas tidak mungkin.
Kaum ‘Ad sangat bandel Hati mereka keras seperti batu. Alih-alih menerima dakwah Hud, mereka malah mengolokoloknya
“Hai, Hud, lancang benar kau ini! Be¬rani sekali kau menyuruh kami berpaling dari agama leluhur. masa, kami harus menyembah T uhan yang tidak terlihat,” ejek mereka
“Kaumku,” jawab Hud sabar, “Allah memang tidak terlihat Namun, kalian dapat merasakan
keberadaan-Nya Kalian bisa melihat alam semesta ini ltulah bukti keberadaan Allah”
“Tidak, kami tidak akan berganti tuhan. Berhala-berhala itu sudah memberi kami kemakmuran”
‘‘Jangan salah, berhala-berhala itu tidak bisa berbuat apa-apa. Berhala-berhala itu tidak bisa memberi. Jangankan memberi, menerima saja tidak bisa. Bodoh benar orang yang menyembah berhala-berhala itu,” seru Nabi Hud.
‘‘Seenaknya kau menuduh kami bodoh. Justru kau yang bodoh. Kau tidak menyembah berhala seperti kami.”
‘‘Hanya Allah yang patut disembah. menyembah berhala adalah sesat”
‘‘mulut besar! Kau bilang kami sesat, hah! Justru kau yang sesat Kau harus kembali kepada agama leluhur. Jika ti¬dak, kau akan kuwalat!” teriak kamu ‘Ad.
‘‘Langit, matahari, bintang, bulan, bumi, semua diciptakan Allah. Hanya Sang Dencipta yang layak disembah. Berhala-berhala itu tak bisa mencipta¬kan, bahkan diciptakan. Kalian tahu pen¬cipta berhala-berhala itu? Ya, kalian sendiri penciptanya. mana yang lebih mulia, yang diciptakan atau yang menciptakan?”
‘‘Kami tidak mau menyembah tuhan yang jauh. Tuh, lihat, tuhan-tuhan kami itu dekat. Setiap saat kami bisa beribadah.”
“Allah maha dekat Bahkan, lebih dekat daripada urat leher kalian sendiri.
Alangkah dungu orang yang menyembah berhala. Alangkah bodoh orang yang menolak agama Allah.”
‘‘Hai, Hud, kau sudah berubah. Kau bukan Hud yang dulu. Sekarang, kau telah berani mencemooh agama leluhur. Kau telah merendahkan berhala-berha¬la yang kami sembah. Kau juga telah menghina kami. Kau menganggap kami bodoh.”
‘‘Sekali lagi, aku ini rasul Allah. Sudah tugasku menyampaikan kebenaran, wa¬lau terasa pahit”
‘‘Enak saja mengaku-ngaku sebagai rasul. Apa kelebihan kau? Kau tidak le¬bih baik daripada kami. Kau makan, kami pun makan: kau minum, kami pun minum: kau tidur, kami pun tidur.”
‘‘Aku memang manusia biasa seperti kalian. Hanya saja aku diberi wahyu.”
‘‘Kenapa harus kau yang diberi wahyu? Dalam banyak hal, kami lebih ung¬gul daripada kau. Harta kami lebih berlimpah. Keturunan kami lebih ba¬nyak. mestinya kami yang men-
jadi rasul, bukan kau Pasti kau ber¬bohong.”
‘’ Aku bukan seorang pembohong. Kalian mengenalku dengan baik, cukup lama kita bergaul dan kalian tahu, aku tidak pernah berbohong”
“mungkin kau menjadi gila Kau kena kutukan gara-gara menghina tuhan-tuhan kami.”
“Aku masih waras Patung-patung itu tidak bisa berbuat apa-apa mereka tidak bisa mendatangkan kebaikan atau keburukan mana mungkin patung-patung itu bisa membuatku sakit atau gila.”
“ Aaah… omong kosongr!Kami tak percaya kau seorang rasul.”
“Sungguh, aku ini rasul Allah Tugasku menyampaikan risalah-Nya kepada kalian Kalian sudah jauh tersesat. Aku diutus untuk membimbing kalian Kembalilah ke jalan yang benar.”
“Kami hidup senang Kami tak kekurangan Semua itu karena berhala-ber¬hala yang kami agungkan.”
“Rezeki itu Allah yang ngatur Justru kalian harus bersyukur Allah pasti menambah rezeki kalian Tak hanya itu, kalian juga akan selamat dari azab Ingatlah, kalian akan dibangkitkan dari kubur Kalian akan dimintai pertang¬gungjawaban Segala perbuatan kalian pasti mendapat balasan.”
“Kau semakin ngaco Pikiranmu ka¬cau-balau Kata-katamu sangat tak masuk akal mana mungkin orang mati bisa hidup kembali Lihat saja para leluhur kita Sudah lama mereka berada di dalam kubur T ubuh mereka sudah hancur Tulang belulang mereka sudah lapuk Sampai sekarang, tak ada yang hidup kembali.”
“Saat itu pasti tiba Kiamat pasti terjadi. Di akhirat, manusia akan dimintai pertanggungjawaban Kebaikan akan berbalas surga Dan keburukan akan berbalas neraka.”
“mana mungkin begitu Hidup hanya sekali di dunia ini saja Jadi, mana bisa ada pahala dan siksa” “Sudahlah, tukas kaum ‘Ad, kami ingin bukti Datangkan saja azab yang kau ancamkan kepada kami itu Kami yakin, itu hanya gertak sambal saja”
“Baiklah, kalau memang itu mau kalian Tunggulah kedatangan azab Allah Kalian tidak akan lolos”

Awan Hitam Awal Kebinasaan
Kaum ‘Ad tetap membangkang Bah¬kan, mereka lantang menentang Tak pelak lagi, azab pasti datang Pertama-tama, negeri kaum ‘Ad di¬landa kemarau Tiga tahun hujan tidak
turun. Hari demi hari, pekan demi pekan, bulan demi bulan, kekeringan semakin parah. Sungai tidak lagi
mengalir. Tanah mulai retak-retak. Ladang-ladang mengalami kekeringan. Kebun-kebun menguning.
Tak ada yang pergi ke ladang. Kalau pun ada, mereka hanya duduk berpang¬ku tangan. memikirkan na.sib mereka ke de pan. Kaum ‘Ad mulai tidak tenang. Gagal panen sudah bisa dipastikan. Pasti akan sulit mendapat makanan. mereka dilanda kecemasan akan masa depan.
Dalam keadaan demikian, dakwah Hud tetap berjalan. La berusaha terus meyakinkan. Bahwa kekeringan ini hanya permulaan. Akhirnya, azab yang jauh lebih besar akan menerjang. Hanya .saja Allah masih
memberi kesempatan. Jangan sampai disia-siakan. Segeralah beriman.
Dalam satu kesempatan, Hud berjanji, hujan akan turun kembali. Syaratnya, berhala-berhala itu harus diganti Hanya kepada Allah semua berbakti. Bukan kepada patung-patung yang tak berarti
Kaum ‘Ad tetap .saja durhaka. Ancaman Hud hanya dipandang sebelah mata . Alih-alih beriman, mereka malah pergi ke tempat pemujaan. Penyembahan ber¬hala mereka lakukan. Tujuannya agar
hujan segera diturunkan. Agar bencana kekeringan dijauhkan. Agar kemak¬muran kembali mereka rasakan.
Akhirnya, ancaman Hud menjadi kenyataan. Kedurhakaan pasti berbuah siksaan. Kini, tantangan kaum ‘Ad se¬gera mendapat jawaban. Awan hitam mulai berdatangan. Semakin lama, semakin tebal bergumpalan.
Allah menciptakan tiga awan. Ada awan putih, awan merah, dan awan hi¬tam. Tiba-tiba, terdengar ada yang berseru dari langit, “Silakan pilih satu dari ketiga awan itu!”
Seorang wakil kaum ‘Ad maju. Namanya Gil bin Atar. la akan memilih salah satu dari ketiga awan itu.
“Aku memilih awan hitam. Sebab, awan hitam banyak mengandung hujan” teriaknya.
Allah menggiring awan hitam itu. Semakin lama, semakin menggumpal. Orang-orang ber.sorak kegirangan. mereka pikir akan segera turun hujan. Padahal, sesungguhnya awan hitam itu membawa
azab.
Melihat itu kaum ‘Ad sangat gembira, mereka bersorak kegirangan. Langit semakin mendung. Awan hitam mem¬bawa harapan. Pertanda hujan segera turun. Padahal, awan hitam itu tidaklah
membawa harapan. Awan hitam itu malah membawa kebinasaan.
Pertama kali azab diketahui oleh seorang nenek-nenek. la bernama Mahda. Setelah mengetahui apa yang ada di dalam awan hitam itu, si nenek semaput. Beberapa saat kemudian, ia tersadar.
“Ada apa, Nek? Apa yang Nenek lihat?” tanya orang-orang penasaran.
“bukan angin biasa. Angin ini mengandung nyala api. Di depannya, ada yang mengendalikan.”
Habis sudah kesempatan. Tak lama lagi, azab segera datang. Kaum ‘Ad belum juga sadar. mereka menyambut azab dengan sukacita. Sungguh ironis.
“ltu bukan pertanda akan turun hujan. Awan hitam itu justru pertanda akan turun azab. Tak lama lagi, kalian akan binasa. Negeri kalian akan porak-poranda.ltulah balasan dari Allah. Kalian selalu mendustakan. Sekarang, ancamanku akan menjadi kenyataan,” kata Hud dengan suara lantang
Beberapa lama kemudian, terdengar suara gemuruh yang menciutkan. Dan Wuuu.s.s.s … Wu.s.s.s …. Angin topan berembus kencang. Bangunan-bangunan roboh berantakan. Rumah-rumah hancur berserakan. Barang-barang beterbangan. Ternak-ternak mati bergelim¬pangan.
Kaum ‘Ad menjadi panik. mereka berlarian. Ke sana kemari mencari perlindungan. menyelamatkan diri. ltulah yang mereka pikirkan. Suami tidak peduli lagi akan istrinya. lstri pun tak hirau lagi akan suaminya. Tangis anak-anak menyayat hati. Namun, tak seorang pun peduli. masing-masing sibuk dengan urusan Sendiri.

Yang Beriman yang Diselamatkan
Kemegahan negeri kaum ‘ Ad lenyap sudah. Tak ada yang berbekas. Tinggal puing-puing berserakan. Gumpalan awan hitam benar-benar telah meluluh¬lantakkan negeri. Tak tanggung-tanggung, selama tujuh hari tujuh malam.
Hanya orang-orang beriman yang selamat. mereka tak terkena azab. Tentunya berkat perlindungan Allah. Hud dan para pengikutnya mengucap syukur.
Azab telah berlalu. Cuaca kembali tenang. Keadaan sudah mereda. Namun, Negeri Al-Ahqaf menjadi sunyi. Hud dan para pengikutnya meninggalkan negeri tersebut mereka Pindah ke Hadramaut. Hud menghabiskan sisa hidupnya di Hadramaut dan dimakamkan di sana.

—oOo—
Read More..

No comments:

Post a Comment