Maulid Nabi SAW
Maulid Nabi SAW
Maulid Nabi SAW
Pengajian Rutin

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ


Kalamullah
"Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha perkasa lagi Maha Pengampun." (Fathir: 28)

Sabda Nabi
“Sesungguhnya ulama adalah pewaris para nabi. Sungguh para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham. Sungguh mereka hanya mewariskan ilmu maka barangsiapa mengambil warisan tersebut ia telah mengambil bagian yang banyak.” (HR. At Tirmidzi, dishahihkan Al Imam Al Albani)

Nasehat Salaf
"Jika engkau bisa, jadilah seorang ulama. Jika engkau tidak mampu, maka jadilah penuntut ilmu. Bila engkau tidak bisa menjadi seorang penuntut ilmu, maka cintailah mereka. Dan jika kau tidak mencintai mereka, janganlah engkau benci mereka." (Umar bin Abdul Aziz)
Rosulullah SAW Bersabda :"Barang siapa yang menyebut (berdzikir) kepada-Ku dalam kelompok yang besar (berjamaah), maka Aku (Allah) akan menyebut (membanggakan) nya dalam kelompok (malaikat) yang lebih besar (banyak) pula "(HR. Bukhari-Muslim)

Kisah Nabi Daud dan Nabi Sulaiman

Nabi Daud dan Nabi Sulaiman

Nabi Daud

(Kecil-kecil cabai rawit)

Daud termasuk nabi Bani lsrail. la adalah keturunan Yahudza bin Ya’qub bin lshaq bin lbrahim. Daud lahir di Betlehem. Daud dikaruniai Kitab Samawi. Zabur, demikian nama kitab tersebut.
Daud tinggal di Betlehem, Palestina. Daud sangat prihatin. Bani lsrail banyak melakukan penyimpangan. Kejahatan merebak di mana-mana. Kemaksiatan merajalela. Mereka tidak lagi beribadah kepada Allah. Pendek kata, Bani lsrail telah mengabaikan ajaran-ajaran Taurat.Keadaan itu membuat Bani lsrail semakin rapuh, mereka jatuh terpuruk. Sementara musuh setiap saat bisa menyerbu. Bangsa Amaliqah, Armenia, Palestina adalah musuh mereka. Dan dalam setiap serangan Bani lsrail hampir selalu kalah.
Kala itu, Bani lsrail masih terjajah. Kehidupan mereka sangat tidak tenang. Penindasan dan kekerasan kerap mereka rasakan. mereka hidup di bawah kekuasaan bangsa Palestina. Bangsa Palestina mempunyai seorang raja yang bengis. Raja itu bernama Jalut Sosoknya tinggi besar. Ototnya kekar.
Kegelisahan mereka semakin bertambah. Pasalnya, mereka juga kehilangan Tabut. Tabut adalah sebuah kotak berisi Kitab Taurat. Tabut merupakan simbol kepemimpinan Bani lsrail.
Seorang pemuka Bani lsrail, Samuel, memberi masukan. Katanya, Tabut akan kembali kalau mereka mengangkat Thalout sebagai raja.
Bani lsrail sempat menolak usulan itu. Pikir mereka, enak saja si Thalout dijadikan raja. Punya apa dia. Dia itu orang miskin. Hidupnya saja serba pas-pasan.
“Allah telah memilih Thalout menjadi raja”, Samuel mencoba meyakinkan. Dia dikaruniai ilmu yang luas dan tubuhnya juga sangat perkasa. Akhirnya, usul itu disetujui. Thalout dinobatkan sebagai raja Bani lsrail. Tak lama kemudian, Tabut ditemukan. Kepemimpinan Thalout semakin kuat berkat kembalinya Tabut.

Melawan Jalut
Kemudian, Thalout membentuk pasukan. Pasukan harus kuat. Jika tidak, mana mungkin bisa mengalahkan musuh. Maka, Thalout membuat pengumuman, mengimbau para pemuda Bani lsrail untuk bergabung. Pengumuman ini sampai pula ke telinga Yasa. Yasa tinggal di Betlehem bersama kedua belas anaknya. Dua orang putranya disuruh untuk ikut bergabung.

Namun, si bungsu tak mau ketinggalan. Daud, nama anak itu. la mau ikut. Sebenarnya, Yasa tidak mengizinkan. Tapi, Daud tetap bersikeras, akhirnya, Daud pun diizinkan ikut. Tapi, hanya bertugas membawakan makanan, minuman, dan segala keperluan kedua kakaknya. Sewaktu-waktu, ia juga harus melaporkan keadaan peperangan. Terutama menyangkut keadaan kedua kakaknya di medan tempur.

Sebelum berangkat, Yasa berpesan agar Daud berada di garis belakang. Jangan sampai Daud ikut berperang. Daud masih terlalu muda. Belum punya cukup pengalaman bertempur. Biar dua kakaknya saja yang berada di garis depan. Tugas Daud cukup membantu mereka saja.
Gerakan Thalout segera mendapat reaksi. Jalut mengetahui hal itu. Jalut menganggap Bani lsrail mau memberontak. Thalout dipandang sebagai ancaman. la harus segera disingkirkan. Maka, perang pun tak dapat dielakkan. Jalut turun tangan. la sendiri yang langsung memimpin pasukan. Kekuatan pemberontak harus segera ditumpas. Tak boleh dibiarkan.
Di Pihak lain, Thalout sudah berangkat. Dengan gagah, Thalout memimpin pasukan Bani lsrail. Pasukan Thalout cukup besar. Namun, mereka belum terlatih. Pengalaman tempur mereka masih kurang. Sementara itu, pasukan Jalut sangat kuat. Mereka sudah terbiasa bertempur. Pertempuran akan segera berlangsung. Masing-masing pihak sudah berangkat. Pasukan infanteri dan kavaleri kedua pasukan sudah bergerak. Lengkap dengan senjata dan perbekalan. Sampai kemudian kedua pasukan sudah berhadap-hadapan. Jalut tertawa terbahak-bahak. Suaranya menggelegar. Cukup membuat ciut nyali pasukan Thalout. Sikap Jalut sangat angkuh. Seakan dialah raja paling hebat yang tak pernah terkalahkan. Omongan Jalut penuh gertakan. Kata-katanya sangat meremehkan. Dengan congkak, Jalut menantang lawan.
“Ayo, maju! Siapa yang berani!” teriaknya sambil menghunus pedang. “Kita bertanding satu lawan satu.”
Gertakan Jalut cukup berhasil. Banyak anggota pasukan Thalout yang terpengaruh. Mereka menjadi takut. Nyali mereka menjadi kecut. Tak seorang pun berani menghadapi tantangan Jalut.
Thalout berusaha menyemangati pasukannya. Yang berhasil mengalahkan Jalut akan mendapat hadiah. la akan dinikahkan dengan putrinya.
Bagi orang lain, gertakan Jalut mungkin membuat gemetar. Tapi, tidak untuk Daud. Suara Jalut malah membuat Daud marah. Sombong banget, pikir Daud. Maka, secara spontan Daud pun maju. la menyatakan siap untuk menghadapi Jalut. Daud. maju bukan lantaran iming-iming hadiah.
Aku siap! Satu lawan satu!” teriak Daud tanpa rasa takut.
“Hahaha … , yang benar saja. Masa Jalut yang perkasa harus melawan anak kemarin sore
“Aku siap membunuhmu!”
“Sudahlan, Nak kamu pulang saja. Sebaiknya, kamu menetek pada ibumu. Kalau sudah besar, baru kita bertempur. Hahaha …. “
“Aku siap memenggal batang lehermu!”
Pertarungan tak terelakkan. Daud bertempur melawan Jalut. Sepertinya, lawan tak berimbang. Daud bertubuh kecil, sedangkan Jalut tinggi besar. Tapi, kenyataan berbicara lain. Sosok tinggi besar itu ternyata tumbang. Padahal, Jalut mengenakan baju besi. Tangan kanan menenteng pedang. Tangan kiri memegang perisai. Sementara, Daud hanya menggunakan ketepel. Pertempuran telah berakhir. Kemenangan ada di pihak Thalout, semua ini berkat keberanian Daud. Bani lsrail heboh. Daud mengalahkan Jalut. Thalout memuji keberanian Daud. Tak hanya itu, Thalout juga menikahkan Daud dengan putrinya. Sebagaimana dijanjikan, yang berhasil mengalahkan Jalut akan dijadikan menantu. Si pemenang akan dinikahkan dengansi cantik Mikyal.
Sekarang, Daud menjadi tangan kanan Raja Thalout. Hampir segala keputusan selalu dibicarakan dengan Daud. Nasihat Daud sangat diperhatikan. Kata-katanya tak pernah diabaikan. Martabat Bani lsrail terangkat berkat Daud. Daud dielu-elukan. Daud menjadi kebanggaan. Bermacam sanjungan ditUujukan kepadanya. Daud begitu dihormati dan diidolakan.

Dimusuhi Mertua
Keharmonisan tak berlangsung lama. Sikap Thalout berubah. Hubungan Daud dengan mertuanya menjadi kurang baik. Awalnya, dianggap biasa. Tapi, semakin hari Daud merasa tidak nyaman. Sikap Thalout sangat kaku. Kata-katanya sering kali tak mengenakkan. Kenapa Thalout jadi berubah? Daud bertanya-tanya dalam hati. Adakah ia pernah berbuat salah? Rasanya, tidak pernah. Bahkan, ia selalu siap membantu mertuanya. Jangan-jangan Thalout terpengaruh oleh fitnah-fitnah yang ingin merusak keharmonisan keluarga? Tak habis pikir. Pertanyaan-pertanyaan itu selalu mengganggu. Daud merasa gundah. Hidup di lingkungan istana serasa tak nyaman. Maka, suatu malam Daud pulang.
Kedatangannya disambut istri tercinta, Mikyal. Mikyal merasakan ada yang aneh dengan suaminya. la mengerutkan kening. Ada apa gerangan? Tak biasanya Daud pulang cemberut
“Ada apa Kanda? Kok, cemberut”
“Nggak tahu, lah. Kanda juga bingung.”
“Jelaskan saja, Kanda. Barangkali Dinda bisa membantu.”
“Begini istriku, tapi sebelumnya Kanda minta maaf …. “
“Teruskan saja, Kanda. Jangan sungkan. Dinda nggak apa-apa, kok.”
“Istriku, akhir-akhir ini ayah mertua jadi beda. Sikapnya kaku terhadap Kanda. Wajahnya selalu masam. Kadang kata-katanya agak kasar,” kata-kata Daud terhenti sesaat, ia menatap mata sang istri. Seakan ingin menyelami semua yang ada di benak istrinya.
“Teruskan saja, kanda.”
“Ayah mertua nggak pernah menyapa,” lanjut Daud sambil menghela napas. “Disapa pun nggak, cuek saja. Ayah mertua selalu menghindar. Sepertinya nggak mau lagi melihat Kanda. Jangankan mengobrol, duduk berdekatan saja susah.” Daud berhenti lagi, matanya menatap ke arah langit-langit rumah. Sebenarnya, hati Daud merasa tidak enak. Bagaimanapun Mikyal adalah anak Thalout.
“Tapi, maaf, istriku. lni mungkin hanya perasaan Kanda saja. Sudahlah nggak usah dibahas. Mungkin, ayah mertua lagi banyak masalah.”
Mikyal menghela napas panjang. Pipinya terlihat sedikit basah. Beberapa tetes air mata menitik.
“Kanda, Dinda tak akan menutup-nutupi. memang, Dinda merasa serba salah. Tapi, Kanda sudah seharusnya tahu.”
“Maksudnya?”
“Hemat Dinda, ayah cemburu.”
“Cemburu bagaimana?”
“Kanda begitu disanjung-sanjung. Rakyat menganggap Kanda sebagai pahlawan. Nama Kanda menjadi buah bibir. Ayah tidak senang dengan semua itu.”
“Begitu, ya”
“Benar, Kanda mulanya, ayah menganggap hal itu biasa-biasa saja. Ayah sendiri bangga. Tapi, belakangan Kanda semakin disanjung-sanjung. Di seluruh pelosok negeri, Kanda begitu terkenal. Sepertinya, ayah merasa tersisihkan.”
“Tapi, Kanda tak mengharapkan semua itu. Tak ada pikiran untuk menyisihkan ayah mertua.”
“Dinda tahu. Ayah iri hati. Ayah tidak senang kepada Kanda. Tampaknya, Ayah takut kehilangan pengaruh. Dikira kemasyhuran Kanda dapat merongrong kekuasaannya. “
“Tidak, tak mungkin Kanda merongrong kekusaan ayah mertua. Kanda sangat hormat kepada ayah mertua.”
“Dinda percaya, menurut Dinda, ayah mengalami ketakutan yang berlebih. Mungkin ini disebabkan latar belakang ayah.”
“Latar belakang bagaimana?”
“Ayah, kan, bukan keturunan raja. Ayah jadi raja atas saran seorang pemuka Bani lsrail.”
“Apa anehnya? ltu, kan, wajar-wajar saja. Nasib orang bisa berubah. Yang di bawah jadi di atas dan yang di atas jadi di bawah.”
“Kanda, kan, tahu sendiri latar belakang ayah. Bayangkan, yang tadinya rakyat jelata, kini naik takhta. Yang dulunya hidup serbakekurangan, kini serbaberlimpahan. Hidup mewah ternyata enak. Singgasana terasa empuk, ingin ini dan itu tinggal tunjuk. Nah, sekarang ayah merasa kekuasaannya ada yang merongrong. Kanda begitu disanjung orang. Ayah khawatir kehilangan pengaruh. itu sebabnya, ayah tidak menyukai Kanda.”
“Tidak, lstriku. itu semua tak akan terjadi. Tak mungkin Kanda merebut kedudukan ayah mertua.”
“Dinda tak meragukan kesetiaan Kanda. Tapi, masalahnya semakin gawat”
“Gawat bagaimana?”
“Dinda dengar, ayah berencana untuk menyingkirkan Kanda. Berita ini baru desas-desus. Dinda sendiri nggak terlalu percaya. Namun, tak ada salahnya kalau Kanda waspada. Kanda harus selalu berhati-hati. Bisa saja bahaya sedang mengintai.”
Daud tak habis pikir. Sampai sejauh itukah pikiran mertuanya. Pantas sikapnya berubah seratus delapan puluhderajat. Malam semakin larut nyaris tak terdengar suara apa pun. Suasana senyap. Suami istri itu kemudian tertidur lelap.

Rencana Jahat Thalout
Pagi harinya, Daud terbangun. la dikejutkan oleh suara-suara gaduh. Ternyata, ada seorang pesuruh raja. Si pesuruh menyampaikan pesan raja. lsinya, Daud harus segera datang menghadap.
Daud segera bersiap-siap. Setelah pamit kepada istrinya, Daud berangkat menuju ke istana.
Di istana, ternyata Thalout sudah duduk menunggu. Daud berdiri memberi hormat.
“Daud, akhir-akhir ini pikiranku sering terganggu. Ada kabar buruk yang tak mengenakkan,”kata Thalout mengawali pembicaraan.
“Paduka, kalau boleh tahu, kabar buruk apa?”
Kudengar orang-orang Kan’an akan menyerang. mereka sedang menyusun kekuatan. Kita harus bersiap-siap.”
“Ananda Siap menjalankan perintah.”
“Baguslah kalau begitu. Kau memang harapanku satu-satunya. Segera selesaikan masalah ini. Ambil pedang dan siapkan peralatan. Kau boleh memilih tentara yang terbaik.”
“Baik, Paduka.”
“Berangkalah! Tumpaslah para pemberontak itu. Jangan sampai mereka datang kemari. Kau harus berjuang sampai titik darah penghabisan. Jangan pulang sebelum menang. Atau mayatmu sendiri yang dibawa pulang.”
Sebenarnya, ini hanya akal-akalan Thalout. la hendak merengkuh dua pulau dengan sekali dayung. Di satu sisi, ia memang ingin menumpas bangsa Kan‘an. Dan di sisi lain, ia juga hendak mengorbankan Daud. Tapi, yang paling penting, Daud harus mati. Syukur-syukur dibarengi dengan kekalahan bangsa Kan’an.
Dalam peperangan, biasanya Thalout ikut serta. Tapi, kali ini tidak. Daud merasa curiga. Jangan- jangan ini siasat licik Thalout. Kendati begitu, Daud tetap patuh. Sebagai tentara, ia harus siap menerima titah. Apalagi, yang memberi titah juga mertuanya sendiri. Daud bergerak. la membawa pasukan menuju ke perbatasan daerah Kan’an. Berbekal tawakal ia memimpin pasukan. la berdoa semoga Allah memberinya kemenangan. Akhirnya, pertempuran pun tak terelakkan. Suara pedang beradu. Sesekali suara erangan terdengar. Korban mulai berjatuhan. Namun, belum ada tanda-tanda perang akan berakhir. Bangsa Kan’an memang sangat tangguh.

Sampai kemudian, Daud mengatur siasat, kemenangan mulai terlihat. Orang-orang Kan’an terdesak. Dan akhirnya, tentara Daud bersorak.
“Hidup Daud! Hidup Daud!’’
Doa Daud dikabulkan. Daud selamat.
Daud pulang membawa kemenangan. Kepulangannya dielu-elukan rakyat Daud semakin populer.
Lain halnya, dengan Thalout. Kemenangan Daud justru membuatnya geram. Thalout tidak senang. meskipun demikian, ia turut menyambut. Sebagai raja, tak mungkin ia menunjukkan ketaksenangan.
Thalout berpura-pura menyambut Daud. Kata-kata pujian ia ucapkan. Namun, sebenarnya Thalout sangat geram. Hatinya panas. Kebenciannya semakin membara. Apalagi, pengaruh Daud semakin meluas. la ingin segera menghabiskan menantunya ini. Kemenangan Daud memang semakin melejitkan popularitasnya. Daud semakin dicintai. Namanya menjadi perbincangan. Di warung, kedai, sawah, dan ladang, orang memuji-muji kehebatan Daud.
Di dalam istana, Thalout terlihat murung. Berkali-kali ia menghela napas panjang. Kesal, rencananya gagal total. Maksud hati membinasakan Daud, yang ter jadi malah Daud semakin dipuji-puji.
Thalout semakin dibayangi rasa takut. Kejatuhan seolah sudah di depan matanya. Pengaruh Daud semakin tak terbendung. Terlebih sejak Daud berhasil mengalahkan bangsa Kan’ an.
Pikiran Thalout kian kalut. niat jahatnya semakin merasuk. Kali ini, ia berencana untuk menghabisi Daud. Tak ada cara lain. Daud harus dibunuh. Bukan oleh orang lain, melainkan oleh tangannya sendiri.
Rencana dimatangkan. Siasat diatur sedemikian rupa. Bagaimanapun nama baik harus dijaga. Jangan sampai keta¬huan. Seorang pun tak boleh ada yang mengetahui rencana pembunuhan itu.
Namun, serapi-rapi menyimpan rencana busuk, akhirnya ketahuan jua. Adalah Mikyal yang pertama kali melihat gelagat tak beres. lstri Daud ini mencium rancangan jahat ayahnya. Daud harus segera diberi tahu. Jangan sampai terlambat, pikir Mikyal. Tanpa menunda-nunda waktu, Mikyal langsung menemui suaminya. Segera saja, Mikyal mengungkapkan rencana ayahnya. Dengan menitikkan air mata, Mikyal menyuruh Daud pergi. Hatinya sedih harus berpisah dengan suami yang dicintainya. Tapi, itulah jalan terbaik. Daud harus meninggalkan kota sebelum Thalout bertindak.
Maka, saat malam yang gelap gulita, Daud mengendap-endap. Tanpa membawa bekal, ia menuju gerbang kota. Langkahnya sangat hati-hati, mata dibuka lebar-lebar. Jangan sampai ada yang melihat Apalagi, ketahuan oleh kaki tangan Thalout
Berita menghilangnya Daud mulai tersebar. Perseteruan Thalout dengan menantunya mulai tercium. Awalnya, satu dua orang yang tahu. Namun, akhirnya rakyat banyak juga tahu.
Banyak yang kecewa kepada Thalout, orang-orang yang mencintai Daud segera menyusul, mereka ingin menyampaikan dukungan kepada Daud.
Setelah sekian lama berjalan, akhirnya mereka berhasil menyusul Daud. Ketika itu Daud sudah berada jauh di luar kota. Di bawah pohon rindang Daud sedang berteduh. wajahnya tampak sangat lelah. Perjalanan jauh sangat menguras tenaganya. Saat beristirahat, Daud termenung. Kenapa semua ini mesti terjadi. Sungguh air susu dibalas dengan air tuba. Kesetiaan dan pengorbanannya seakan tak
berarti apa-apa. Api dendam sudah membakar hati Thalout. Akal sehat tak lagi dipakai, hanya satu yang ada di pikiran Thalout, membunuhnya.

Diangkat Menjadi Raja
Setelah Daud pergi, kedudukan Thalout mulai goyah. Rakyat banyak kecewa dengan tindakan Thalout Padahal, jasa Daud teramat besar. maka, lambat laun pengaruh Thalout kian memudar. Wibawanya melorot Thalout mulai ditinggalkan. Di Pihak lain, pengikut Daud terus bertambah. makin lama makin banyak. Pengaruhnya kian meluas. Setiap hari ada saja yang bergabung. Thalout kalap. Emosinya tidak terkendali Nafsu membunuh Daud semakin berkobar. Kemudian, Thalout berencana untuk menumpas Daud dan para pengikutnya. Siapa pun yang dicurigai sebagai pengikut Daud, dihabisi. Korban tak berdosa pun berjatuhan. Kehidupan Thalout semakin tidak tenang. Saban hari ia dibayang-bayangi mimpi buruk. Thalout tak bisa tidur nyenyak. Setiap mendengar suara selalu terhenyak bangun. Dipikirnya, Daud datang membalas dendam.

Thalout merasa tidak aman. Daud harus segera diganyang. Lagi pula, mumpung kedudukan Daud belum terlalu kuat Thalout memutuskan untuk membasmi Daud dan para pengikutnya. Maka, dengan sisa pasukan yang ada, Thalout pun mengejar. Kabar ini segera diketahui. Daud memerintahkan para pengikumya untuk bersembunyi. Beberapa orang ditugasi untuk memata-matai. Di mana posisi pasukan Thalout, seberapa besar kekuatannya, dan apa strateginya.
Para pengintai kembali. mereka menyampaikan informasi. Pasukan Thalout berada di sebuah lembah. Letaknya tak terlalu jauh. Dilaporkan pula bahwa bala tentara Thalout tengah tertidur lelap. Rupanya, mereka kecapaian. Maklum, perjalanan jauh cukup melelahkan. Para pengintai menyampaikan saran.
Daud harus segera menggunakan kesempatan. Siapkan pasukan mumpung musuh sedang lengah. Pasukan Thalout pasti tunggang langgang. Daud tidak setuju. Jangan sampai ada pertumpahan darah. Bagaimanapun mereka adalah saudara. Semua sama-sama Bani lsrail. Usulan para pengintai itu ditolak. Namun, Daud hendak memberi peringatan. la berencana memotong baju Thalout selagi tidur nyenyak.
Daud datang ke lembah tempat pasukan Thalout beristirahat. Rencana pun dijalankan. Baju Thalout yang sedang tidur itu dipotong. Daud kemudian menunggu. Setelah terbangun, Thalout dihampiri oleh Daud. potongan baju Thalout kemudian diperlihatkan.
“In ipotongan baju Anda. Lihatlah baik-baik. Aku memotongnya saat Anda tidur. Jika mau, bisa saja yang kupotong leher Anda. Akan tetapi, aku ingin memberi kesempatan. Segeralah bertobat Bersihkanlah hati Anda dari kedengkian. Dan berhentilah berbuat jahat. Terkejut bukan main. Wajah Thalout pucat pasi. Roman mukanya menunjukkan rasa malu yang hebat. Namun, bukan Thalout kalau takluk begitu saja. Peringatan hanyalah peringatan. Thalout tak jua sadar. Nafsu membunuh semakin menggebu. la tetap menganggap Daud sebagai ancaman. Belum aman kalau Daud masih bernapas.
Peringatan Daud tak membuat Thalout kapok. Alih-alih menarik pasukan, Thalout malah melanjutkan pengejaran. la membawa pasukannya untuk menyerbu. Tekadnya satu, menyeret Daud, hidup atau mati.

Daud tidak terkejut dengan sikap bandel Thalout. la sudah mengira kalau Thalout akan menyerang. maka, ia kembali mengirim mata-mata. Mereka ditugasi untuk menyelidiki keberadaan pasukan Thalout
menurut informasi para pengintai, pasukan Thalout di sebuah bukit, Mereka tengah tertidur pulas. maklum, perjalanan cukup jauh. Medan sangat berat mereka merasa sangat penat. Daud menyambangi bukit tempat istirahat pasukan Thalout perlahan-lahan, Daud ber jalan. Langkah kakinya sangat hati-hati. Beberapa tentara yang sedang ngorok dilewati. Akhirnya, Daud berada di dekat Thalout Seperti yang lain, Thalout juga sedang ngorok. Tidurnya sangat pulas. Di samping kiri, kepala Thalout tergeletak sebuah anak panah. Di samping kanannya terdapat sebuah guci. Daud kemudian mengambil anak panah dan guci itu.
Setelah itu, Daud berlari ke puncak bukit. Dari puncak bukit, Daud berteriak sangat nyaring. Suaranya menggema ke berbagai pelosok bukit, sontak bala tentara Thalout terperanjat mereka terbangun sambil meng¬gosok-gosok mata. Buru-buru beberapa orang tentara menjaga Thalout. Khawatir terjadi hal-hal yang tidak diharapkan. Daud kemudian memanggil tentara Thalout. la menantang mereka untuk mengambil kembali anak panah dan guci milik raja mereka.

Demikian Daud memberi peringatan kedua. Thalout tak bisa selamat meskipun memiliki pasukan yang besar. Tak ada yang bisa melindungi Thalout bila Allah hendak mengambil nyawanya. Dua kali Thalout kecolongan. Ngeri juga membayangkan bagaimana kalau Daud membalas dendam. Mudah saja bagi Daud untuk membunuhnya. Terutama di saat ia sedang lengah. Peringatan Daud bukan gertak sambal. Daud memperingatkan Thalout dengan tindakan, bukan dengan omongan. Dua kali Daud berkesempatan untuk membunuh Thalout. Dua kali pula Daud memperlihatkan kebesaran jiwanya. Sengaja Daud tidak membunuhnya walau sebenarnya bisa. Tujuan Daud ingin menyadarkan Thalout. Lama Thalout melamun. Banyak hal terbetik dalam pikirannya. Sejurus kemudian ia tersadar. Lamunannya buyar. Bahwa tindakannya sudah terlalu jauh. Daud tidak bersalah. Kenapa
harus dibunuh. Akibatnya, ia sendiri yang kena batunya. Dua kali ia kecolongan. Untung saja, Daud berjiwa besar.

Kebesaran jiwa Daud meluluhkan hati Thalout, hatinya tersentuh oleh kemuliaan akhlak menantunya itu. la sadar, hatinya telah dikuasai setan. Bisikan-bisikan hasud terus diembus-embuskan setan, hasilnya, orang hasud tidak akan unggul. Angkara murka tidak akan berjaya. Bagaimanapun Daud adalah suami dari anaknya. Daud adalah menantu yang setia. Belum pernah sekali pun ia berbuat cedera. Daud tak berdosa. Bahkan, berkali-kali ia memperta ruhkan nyawa. Tanpa Daud mungkin ia tak akan menjadi raja yang besar. Thalout teringat akan masa lalunya. Dulu, ia seorang miskin. Tinggal di desa terpencil, hidup papa serbakekurangan. Dan tanpa disangka, ia dinobatkan sebagai raja. Semua itu tentu merupakan karunia Allah.
Lalu, muncul Daud. Saat masih belia sudah turut berjuang. Daud muda berhasil mengalahkan Jalut. Padahal, Jalut bertubuh tinggi besar. Ototnya kekar. Semua itu terjadi bukan secara kebetulan. Allah yang berkenan.
Selanjutnya, Daud dijadikan orang kepercayaan. Daud adalah tangan kanannya yang paling setia. Kesetiaan Daud tak disangsikan lagi. Jasa-jasanya tak terperikan. Tapi, kenapa ia begitu bernafsu untuk membunuh Daud. Harusnya ia bangga dan sayang kepada menantunya itu.
Ahhh … , betapa banyak dosa dan kesalahannya terhadap Daud. Thalout sungguh-sungguh menyesal. Betapa ia telah melalaikan anugerah Allah. Thalout bertobat. Guna menebuskan dosa-dosanya, Thalout kemudian pergi, mahkota ditanggalkan. Singgasana ditinggalkan, harta kekayaan dibiarkan. Kemewahan dilupakan. Thalout berkelana. la hidup mengembara. Bani lsrail merasa senang. Dan kemudian mereka mengangkat Daud sebagai penggantinya. Daud didaulat menjadi raja Bani lsrail.

Mendapat Cobaan
Di bawah kepemimpinan Daud, Bani lsrail hidup tenteram. Rakyat sejahtera. Kemakmuran merata. Tak hanya itu, kehidupan beragama pun berjalan baik. Singkatnya, Daud memimpin Bani lsrail dengan adil.

Bagi Daud, waktu sangatlah berharga. Tugas-tugas kerajaan sangat menyita waktu. Kalau terus mengurus kerajaan, kapan beribadah. Oleh karena itu, Daud mengatur waktu sebaik mungkin. Ada waktu untuk beribadah. Ada waktu untuk berdakwah. Ada waktu untuk menjadi hakim. Ada waktu untuk mengurus kepentingan pribadi. Waktu untuk beribadah tidak boleh diganggu. Tak seorang pun diperkenankan menemui Daud. Segala urusan dunia sementara dilupakan. Daud beribadah sangat khusyuk. Bahkan, gu¬nung-gunung dan burung-burung pun turut bertasbih bersamanya.
Namun, suatu hari, terjadilah suatu peristiwa. Saat itu, Daud tengah beribadah. Tiba-tiba, muncullah dua orang pria. Kedua orang pria ini meminta izin untuk bertemu Daud. Tentu saja para pengawal tidak mengizinkan. Kedua orang ini bersikeras. Sampai-sampai keduanya nekat memanjat pagar.
Usaha kedua orang itu tidak percuma, mereka berhasil menerobos dan sampai di dalam istana. Akhirnya, mereka bisa bertemu dengan Daud. Sudah barang tentu Daud kaget. Kok, ada orang yang masuk. Padahal, di luar ada penjaga. Apa penjaga tidak menahan mereka? Kedua orang tiba-tiba saja sudah berada di hadapannya. Salah seorang dari mereka berkata, “Nggak usah terkejut, apalagi takut. Kami datang untuk meminta keadilan. Ada perselisihan di antara kami berdua. Kami ingin keputusan yang adil.”
Daud tak bisa menolak, mau tidak mau ia harus menerima kedua orang ini. Toh, mereka sudah berada di depannya masa mau diusir.
“Baiklah. Silakan Anda kemukakan persoalannya. “
“Begini Yang mulia, saudara ini mempunyai 99 ekor kambing betina. Sedangkan, saya hanya memiliki seekor kambing betina saja. Dia memaksa saya untuk menyerahkan kambing saya. Kata dia, supaya kambingnya genap seratus. Berbagai alasan dia kemukakan. Saya tak bisa menyangkalnya, habis dia pintar bicara.”
Selanjutnya, Daud menanyai pria yang satunya lagi.
“Apa benar yang dikatakannya tadi.”
“Benar, yang mulia.”
“Kalau begitu, kamu sudah berbuat zalim” kata Daud dengan nada marah. “Kamu nggak boleh mentang-mentang, hentikan keinginanmu itu! Atau aku sendiri yang akan menghentikannya! Aku tak akan membiarkan kezaliman. Aku akan menghukum jika kamu tetap bersikeras!”
“Hai, Daud, justru kamu yang seharusnya dihukum. Kamu sudah beristri 99 orang. Lalu, kenapa kamu masih ingin menikah lagi? Kamu bersikeras menikah dengan seorang gadis yang sudah bertunangan. Calon suami gadis itu adalah anggota tentaramu yang setia, mereka sangat mencintai satu sama lain.”
Daud terperangah. Kata-kata orang itu sangat pedas. Daud terdiam. Sepatah pun tak ia katakan. la malah melamun. Saat itulah, kedua pria tadi menghilang. Daud teringat kepada seseorang. Ya, seorang gadis itu bernama Sabiqh binti Syatiqh, wajahnya cantik menawan. Daud juga pernah mendengar. Si gadis sudah ada yang melamar. Calon suaminya bernama Uria bin Hannan. mereka akan segera menikah.
Namun, rencana tinggal rencana. Uria bin Hannan mendapat tugas. Daud menyuruhnya pergi berjihad. Betapa sedih hati Uria. Rencana pernikahan yang sudah di depan mata menjadi berantakan.
Ketika itu Uria bin hanan masih di medan perang. Tanpa sengaja Daud melihat gadis itu. Sungguh gadis yang bernama Sabiqh itu telah memikat hatinya. Daud terpesona dengan kecantikannya. Sejurus kemudian timbul keinginan untuk memilikinya. Daud segera mandatangi orangtua Sabiqh. Si gadis dilamarnya. Padahal, Sabiqh sudah punya tunangan. Sang tunangan kini sedang berada di medan juang. Daud sendiri yang menyuruhnya pergi berperang. Orangtua Sabigh tentu saja senang.
Yang melamar bukan orang sembarangan. Seorang raja yang sangat berkuasa. Dihormati dan banyak harta. Bahkan, lebih dari itu, si pelamar juga seorang nabi.
Lamaran Daud tak ditolak. Orangtua mana yang tak mau bermantukan seorang raja dan nabi. Tak ada alasan untuk menolak. Lagi pula, tunangan anaknya, Uria bin Hannan, sudah lama tak terdengar kabar beritanya. Keberadaannya tak bisa dipastikan. Entah, masih hidup atau sudah mati. Kalau pun masih hidup, siapa yang menjamin Sabiqh tetap selamat, perang masih berkecamuk.

Sesaat kemudian, Daud tersadar. Bahwasannya kedua pria tadi bukan orang sembarangan, mereka pasti malaikat mereka diutus untuk memberinya peringatan. Maka, serta-merta Daud menyungkur. la bersujud memohon ampun.

Sabtu bagi Bani Israil
Masa Nabi musa, Sabtu adalah hari untuk beribadah. Setiap Sabtu, Bani lsrail harus meninggalkan segala kesibukan duniawi. Sabtu dikhususkan untuk beribadah kepada Allah. Siapa pun tak diperbolehkan untuk berdagang, bercocok tanam, melaut, dan sebagainya.
Awalnya, Jumat yang ditetapkan untuk beribadah. Namun, Bani lsrail memohon supaya Nabi Musa mengubahnya, mereka mengusulkan Sabtu sebagai gantinya. Karena pada Sabtu itulah Allah selesai menciptakan makhluk-Nya. Usul diterima, maka jadilah Sabtu sebagai hari untuk beribadah.

Adalah suatu desa bernama Ailah. Desa ini terletak di tepi Laut merah. Sebagian besar penduduk Ailah bekerja sebagai nelayan. Kehidupan mereka sangat bergantung pada hasil tangkapan ikan.
Setiap hari, penduduk Ailah me mancing ikan. Tentu dengan mengecualikan Sabtu. Sebab Sabtu mereka harus beribadah. Oleh karena itu, setiap Sabtu desa Ailah selalu sepi. Tak ada kegiatan usaha. Pasar-pasar tutup. Namun, belakanan ada hal yang aneh. Sabtu itu ikan-ikan sangat banyak. Bahkan, berbondong-bondong menepi ke pantai. lkan-ikan itu pada jinak. Tak sulit untuk ditangkap. Seolah-olah, ikan-ikan itu tahu tak akan ada yang menangkap. Tanpa rasa takut ikan-ikan itu berenang ke sana kemari. lkan-ikan itu mengelilingi dua batu besar berwarna putih. Kedua batu besar ini terletak di pantai di desa Ailah.
Saat matahari terbenam, barulah ikan-ikan itu menjauh. lkan-ikan itu meninggalkan pantai. Pantai pun kembali sepi. Tak terlihat seekor pun ikan. Pada mulanya, penduduk Ailah acuh tak acuh saja, mereka tak terlalu hirau dengan ikan-ikan itu. Mereka tetap khusyuk beribadah. Akan tetapi, belakangan mereka mengalami kesulitan mendapat ikan, hasil tangkapan ikan tak pernah banyak. Bahkan, sering kali tak mendapat seekor pun ikan.
Nah, pada suatu Sabtu, ada seseorang yang lewat di tepi pantai, matanya terbelalak. Wow, ikan-ikan berdatangan. Jumlahnya makin banyak. Orang itu tergerak untuk mendekat Ternyata, ikan-ikan itu jinak. Tak susah ditangkap. Ragu. Tangkap, jangan, tangkap, jangan, mau ditangkap, kena larangan.
Lagi pula, ia hendak pergi beribadah. Tidak ditangkap, sayang. Besok lusa ikan sulit didapat Akhirnya, orang itu tergoda. Ini kesempatan, pikirnya, mulailah ia menangkapi ikan-ikan itu.
Perbuatan orang itu dilihat oleh penduduk Ailah lainnya. Yang melihat bukannya menegur, mereka malah ikut mencebur, mereka pun beramai-ramai menangkapi ikan-ikan itu.
Sabtu berikutnya, pantai bertambah ramai. Penduduk Ailah berduyun-duyun ke sana. Bukan pergi beribadah, melainkan memancing ikan. Larangan agama diabaikan. Dan hasilnya sungguh menggembirakan. Tangkapan ikan mereka sangat berlimpah, mereka sangat puas.
Beberapa pemuka agama mencoba menegur. Diingatkan bahwa Sabtu hari untuk beribadah, bukan untuk memancing ikan. Para pemuka agama berusaha menyadarkan. Khawatir kalau azab Allah ditimpakan. Namun, teguran tinggal teguran. Peringatan dianggap angin lalu saja. mereka asyik memancing ikan. Bahkan, mereka semakin bersemangat seakan takut kehilangan kesempatan.
Para pemuka agama sudah kehabisan cara. Lemah lembut tak diturut keras tak digubris. Maka, terpaksa harus diambil tindakan lebih keras. Para nelayan itu harus diasingkan. mereka dilarang masuk ke kota.
“Enak saja,” kata para nelayan itu protes. “Memang kota ini hanya milik kalian. Kami juga penduduk Ailah, hak kami sama dengan hak kalian. Atas dasar apa kalian mengusir kami.”
“Kalian telah melanggar aturan agama. Sabtu bukan untuk kasap, melainkan untuk beribadah. Kami tak mau ketiban azab gara-gara kedurhakaan kalian.”
“Suka-suka saja. Toh, kami tak merugikan kalian. Kami tidak mencuri. lkan-ikan itu ada di pantai Ailah.” “Kalau begitu, kalian harus pindah.” “Tidak, kami tidak akan pindah. Begini saja, kota Ailah kita bagi dua saja. Tak boleh saling mengganggu, masing-masing bebas berbuat sesukanya. Bereskan?”
Tak ada cara lain. Akhirnya, kota Ailah pun dibagi dua. Para pihak sepakat untuk membuat garis pemisah. Pemisahan ini membuat para pendurhaka semakin bebas. Tak ada lagi yang melarang. Bebas menjaring ikan sesuka hati.Kemudian, para pendurhaka membuat sejumlah saluran air. Tujuannya supaya air laut itu mengalir ke dekat rumah mereka. Air di tampung di sebuah bendungan besar maksudnya, supaya ikan-ikan yang terbawa air itu tertampung di sana. Sehingga Sabtu sore ikan-ikan itu tak bisa menjauh. Nelayan-nelayan pembangkang itu menjadi kaya raya, mereka bisa mengeruk keuntungan yang sangat besar. Lambat laut pelanggaran agama dianggap hal biasa. Sabtu tak lagi dihiraukan. lbadah terbengkalai. Akhlak menjadi rusak, maksiat kian merebak. Tak sadar kalau sebenarnya mereka sedang mengundang murka Allah. Para pemuka agama sangat sedih.
Kasihan melihat saudara-saudara mereka semakin jauh menyimpang. Bila ada kesempatan, mereka selalu mengingatkan. Nasihat tetap diberikan, meskipun kota telah dipisahkan. Harapannya, mereka sadar dan segera bertobat. Sayangnya, para nelayan itu malah makin asyik bermaksiat silau oleh kesenangan sesaat. Kekayaan telah membutakan hati mereka. mereka tak bisa melihat cahaya kebenaran .
“Sudahlah. Tak ada gunanya menasihati mereka, hati mereka sudah karatan. Omongan kita hanya menjadi olok¬olok,” kata seorang pemuka agama .
“Benar. Sepertinya tak ada harapan. Tak lama lagi mereka akan dibinasakan” sambung yang lain.

lhwal kedurhakaan sebagian penduduk Ailah ini sampai pula ke telinga Daud. Nasihat coba diberikan. Tapi tak ada hasilnya. Apa yang disampaikan para pemuka agama itu memang benar. Para nelayan itu keras kepala. Kemudian Daud berdoa. la memohon agar Allah menimpakan hukuman, mereka layak mendapatkan azab. Doa dikabulkan. Selang beberapa hari, terjadilah gempa bumi. Goncangannya sangat dahsyat, gempa ini membinasakan para nelayan durhaka. Sedangkan, orang-orang yang taat tetap selamat mereka terhindar dari bencana dahsyat.

—oOo—

Nabi Sulaiman

(Raja, Kaya, tapi Tidak Sombong)

Ayah Sulaiman itu seorang nabi dan raja. Sulaiman adalah putra Nabi Daud. Seperti diketahui, Daud adalah seorang nabi sekaligus raja. Diantara saudara-saudaranya, Sulaiman tampak paling menonjol. Kecerdasan, kesalehan, dan keadilan Sulaiman sudah tampak sejak masih kanak-kanak.
Dalam usia sebelas tahun, Sulaiman pernah memberi masukan kepada ayahnya terkait dengan satu persoalan. Sarannya diterima dan menjadi sebuah keputusan. Tak heran kalau kelak, Sulaiman dinobatkan menjadi raja.
Sulaiman juga memiliki banyak keistimewaan. Kerajaannya sangat besar, mampu berbicara dengan hewan, menundukkan angin. Bangsa jin juga takluk kepadanya.

Cerdas dan Bijak
Sejak muda, Sulaiman suka mendampingi ayahnya, Raja Daud. Dalam sejumlah persidangan, Sulaiman kerap kali ikut banyak sengketa yang diadukan kepada Raja Daud. Dari bermacam perselisihan itu, Sulaiman banyak belajar.
Raja Daud sengaja membawa Sulaiman. Tujuannya supaya Sulaiman belajar. Termasuk pula dalam bermacam urusan kerajaan. Sulaiman memang dipersiapkan untuk menjadi putra mahkota. Kelak, Sulaiman akan menggantikan kedudukan sang ayah.
Suatu ketika, Sulaiman menghadiri persidangan. Ada dua orang bersengketa. Kedua orang ini datang kepada Raja Daud, mereka meminta supaya Raja Daud menyelesaikan sengketa tersebut.
Sengketa terjadi kala segerombolan kambing memasuki sebuah kebun. Malam itu, kambing-kambing merusak tanaman. Padahal, kebun tak lama lagi akan dipanen.
“Paduka, saya ini punya sebidang kebun. Setiap hari, saya bekerja keras. Saya menyemai, menaman, menyiram, menyiangi, dan memupuk. Singkatnya, saya merawat kebun itu dengan sebaik-baiknya. Namun, saat hendak dipanen, kebun saya telah porak-poranda. Rupanya, semalam kebun saya telah dirusak. Kambing-kambing milik teman saya inilah yang merusaknya. Saya gagal panen.”
Pengaduan itu tidak dipungkiri. Si empunya kambing mengakui bahwa kambing-kambingnya telah memporakporandakan kebun temannya.
Kesalahan ada di pihak si empunya kambing. la telah lalai, mestinya kambing-kambing itu dijaga. Jangan sampai merusak kebun temannya. Kepada si pemilik kebun, Raja Daud bertanya, “Berapa harga hasil panen kamu?”
Si pemilik kebun menaksir sekian. Ternyata, harga itu tak jauh berbeda dengan harga sejumlah kambing yang telah merusak kebunnya. Kambing-kambing itu harus diberikan kepada si pemilik kebun. ltu harga yang pantas untuk mengganti kerugian Si pemilik kebun.

Demikian, sengketa diputuskan. Si empunya kambing diharuskan mengganti kerusakan. Kambing-kambingnya harus diserahkan kepada si pemilik kebun. Namun, Sulaiman melihat lain, menurutnya, keputusan itu kurang tepat. Usul kemudian dikemukakan. “Ayahanda, sebelumnya Ananda memohon maaf. Hemat Ananda, keputusan itu kurang tepat.”
“Jadi, bagaimana pandangan Ananda.”
“Ananda setuju, kambing-kambingitu diserahkan kepada Si pemilik kebun.
Tapi, untuk sementara waktu si pemilik kebun boleh memanfaatkan susu, bulu, dan anak-anak kambing itu. Sementara itu, si empunya kambing diharuskan untuk memperbaiki kebun yang rusak. Nah, setelah kebun itu siap dipanen, masing-masing pihak menyerahkan kembali miliknya. Dengan begitu, para pihak tak ada yang dirugikan, masing-masing mendapat hak yang semestinya.”
“Ananda memang cerdas. Ayahanda setuju. ltu putusan terbaik. Bagaimana dengan kalian?”
“Kami setuju. Kami puas dengan pu¬tusan itu.” Serempak kedua orang yang bersengketa itu menyahut.
Orang-orang yang hadir berdecak kagum. mereka salut. Kecerdasan dan keberanian Sulaiman memang patut mendapat acungan jempol. Cerdas membuat keputusan. Berani berbeda pendapat, tapi tetap santun. Semua ini menunjukkan kematangan berpikir Sulaiman. Padahal, usianya masih sangat belia.

Naik Takhta
Sulaiman memang disiapkan sebagai putra mahkota. Sejak awal, Raja Daua sudah mempersiapkannya. Dalam banyak kesempatan, Sulaiman sering diajak untuk mengurus persoalan negara. lni dimaksudkan supaya pada saatnya nanti Sulaiman sudah terbiasa. Hal ini tercium oleh kakak Sulaiman.
Sang kakak yang bernama Absyalum tidak rela. la merasa dilangkahi. Menurutnya, dialah yang paling berhak menjadi putra mahkota. Dari segi usia, jelas lebih tua. Dari segi pengalaman, tentu dia sudah banyak makan asam garam.
Kekecewaan Absyalum semakin hari semakin bertambah. la merasa dikesampingkan oleh sang ayah. menurutnya, sang ayah pilih kasih. Mestinya, ia yang menjdai pewaris takhta kerajaan ayahnya. ltu baru adil.
Kekecewaan Absyalum tumbuh menjadi dendam. Dendam melahirkan rencana jahat. la ingin menggulingkan kekuasaan ayahnya. Menurutnya, tindakan itu sangat tepat mengingat ayahnya telah berlaku tidak adil. la merasa hak-haknya telah diabaikan.
Tekad Absyalum semakin kuat. la ingin memberontak. Untuk itu, ia akan berjuang sekuat tenaga. Kekuasaan harus segera direbut sebelum jatuh ke tangan aaiknya, Sulaiman. Apapun caranya, yang penting ia berkuasa. Bahkan, tak peduli meski harus mengorbankan ayah atau adiknya sendiri.
Pemberontakan harus berjalan mulus. Tidak boleh gagal. Oleh karena itu, berbagai persiapan mesti segera dilakukan. Maka, jauh- jauh hari Absyalum sudah berusaha. la mendekati rakyat. memberi bantuan. Menyantuni orang¬orang, menghambur-hamburkan uang. Pikirnya, hati rakyat bisa dibeli dengan uang.
Tujuan utama Abysalum ingin menarik simpatik rakyat. Jika hati rakyat sudah terbeli, dukungan mereka pasti didapat. Namun, tidak jarang pula Absyalum bertindak di luar batas. Cara-cara kekerasan sering kali ia pakai. Jika ada yang menentang, ia tak segan-segan menghabisinya.
Hasilnya mulai terlihat. Dukungan Absyalum semakin kuat. Simpati rakyat kian meluas. Absyalum berhasil memikat hati rakyat. Merasa di atas angin Absyalum segera mengatur rencana. la menganggap saatnya telah tiba. Tak lama lagi, ia akan berkuasa. menduduki singgasana menjadi raja.
Rencana sudah disiapkan. Aksi siap dijalankan. Absyalum siap mengambil kekuasaan dengan cara paksa. Kemu¬dian, ia menyebarkan mata-mata. Seluruh pelosok negeri tak luput dari pantauannya.
Rakyat dihasut. Kebencian dipupuk, Raja yang sah dijelek-jelekkan. Dikatakan, raja sudah tua. Raja sudah tidak becus memimpin. Perlu pergantian pimpinan.
Absyalum kemudian mengumpulkan orang-orang kepercayaannya. Rapat kilat digelar. Rapat membuat satu kesepakatan. Pada hari yang telah ditetapkan, Absyalum akan memberi tanda. Tanda yang disepakati ialah bunyi terompet.
Bila saatnya tiba, terompet akan dibunyikan. Rakyat harus segera dimobilisasi. Para pedukungnya harus menggerakkan rakyat untuk berkumpul. Saat itulah, ia akan membuat pengumuman. lsinya menobatkan diri sebagai raja. Pagi itu, Raja Daud sedang duduk. Terlihat ia bercakap-cakap dengan beberapa orang penasihatnya. Tiba-tiba, terdengarlah sorak-sorai. Rakyat berdemo. Suaranya bergemuruh, mereka meneriakkan yel-yel, hidup Absyalum, hidup Absyalum!”
Para pemimpin demo berpidato, mereka mengumumkan pengangkatan Absyalum sebagai raja.
“Hidup Absyalum!”
“Hiduuup .. !” rakyat menyahuti. Kita membutuhkan raja baru. Daud sudah tua. Sudah saatnya diturunkan. Daud sudah tidak becus lagi mengurus negara. Turunkan Daud. Angkat Absyalum sebagai raja. Hidup Absyalumf”
“Hiduuup .. !”
Suasana sangat kacau. Keadaan tak terkendali. Para demonstran menuntut Raja Daud mundur, mereka menghendaki Absyalum jadi raja. Maka, dua kekuatan sudah berha¬apan. Sepertinya kekerasan sulit dielakkan. Para pendukung Absyalum dan orang-orang yang setia kepada Raja Daud bersitegang, mereka siap berbaku hantam.
Keadaan itu membuat Raja Daud sedih. Baru kali ini, kekacauan melanda negerinya. Lebih sedih lagi, yang melakukan adalah putrannya sendiri. Raja Daua berusaha sabar. Sekuat tenaga ia menahan diri. Emosi harus terkendali.
Hati boleh panas pikiran harus tetap dingin. Raja Daud bersikap arif. la tak ingin memperkeruh keadaan. Pertumpahan darah harus dihindarkan. Kekerasan tak boleh terjadi. lni sesama anak negeri. masa Bani lsrail melawan Bani lsrail lagi. Masa ayah bertempur melawan anak. Tidak, ini tidak boleh ter jadi.
Demikian, Raja Daud berketetapan hati. la mengambil keputusan untuk menghindari pertumpahan darah. Serta-merta ia pun meninggalkan istana. Bersama para pembantu setianya ia lari menuju ke sungai Jordan. Rombongan menyeberangi sungai menuju ke Bukit Zaitun.
lstana kosong. Singgasana ditinggalkan. Raja Daud telah meninggalkan kota Jerusalem. ltulah yang memang diharapkan Absyalum. Segera saja, ia memasuki istana. Singgasana pun diauduki.
Kini, Absyalum menjadi raja Bani lsrail. Para pendukungnya masih berteriak-teriak. Namun, kali ini mereka meneriakkan yel-yel kemenangan.
“Hidup Raja Absyalumr, hidup Raja Absyalumrn”
Hati Raja Daud perih seperti disayat-sayat, ia sangat sedih. Tak disangka putranya akan sejahat itu. Daud pun bersujud. Kepada Allah ia bermunajat. Dari atas Bukit Zaitun, ia memohon agar Allah menyelamatkan kerajaan.
Usai bermunajat, Raja Daud segera bertindak. Kerajaan harus diselamatkan. Sangat berbahaya bila singgasana diduduki oleh raja yang zalim. Tak terbayangkan, bagaimana nasib Bani lsrail ke depan. Sangat mungkin terjadi bermacam penindasan.
Daud memutuskan untuk merebut kembali singgasana yang telah direbut anaknya. Maka, kemudian ia mengirim pasukan ke Jerusalem. Pasukan bertugas untuk merebut dan menduduki istana.
Sebelum pasukan berangkat, Raja Daud menyampaikan sebuah pesan. Pemimpin pasukan mesti bertindak arif. Sebisa mungkin pertumpahan darah dihindari. Nyawa harus diselamatkand terlebih lagi putranya. Usahakan Absyalum ditangkap hidup-hidup.
Pasukan bergerak cepat Penyerbuan segera dilakukan. lstana dikepung. Pertempuran tak terhindarkan. Tak lama pasukan yang setia kepada Raja Daud berhasil menguasai istana.

Empat puluh tahun kemudian Raja Daud meninggalkan istana. Kali ini bukan untuk sementara waktu, melainkan untuk selama-lamanya. Raja Daud wafat Sebagai penggantinya, Sulaiman tampil. Sesuai pesan, Sulaiman pun dilantik sebagai raja.


Menguasai Bangsa Hewan dan Jin
Pilihan Raja Daud tidak salah. Sulaiman memang orang yang tepat, ia seorang raja yang pandai, bijak, dan adil. Bukan hal aneh kalau dalam tempo singkat kerajaannya bertambah luas.
Kekuasaan Sulaiman sangat besar. Tak hanya meliputi bangsa manusia, tapi juga jin, binatang, dan makhluk lain.

Sulaiman dikaruniai keistimewaan luar biasa. la bisa berbicara dengan hewan. Banyak bangsa burung yang patuh kepada Sulaiman. Mereka siap melakukan apa saja yang diperintahkannya.

Allah mengaruniai Sulaiman keistimewaan lainnya. Sulaiman bisa mencairkan tembaga. Tembaga ini kemudian dimanfaatkan untuk pembangunan. Gedung¬gedung megah didirikan. Piring-piring besar dibuat, periuk-periuk besar dipasang, tentara dari bangsa jin membantu Sulaiman mengerjakan semua itu.
Ada keistimewaan lain yang dimiliki Sulaiman. la bisa mengerti bahasa hewan. Dan sebaliknya, hewan-hewan juga bisa memahami perkataan Sulaiman. Dengan kata lain, Sulaiman bisa berkomunikasi dengan hewan.
Suatu ketika, Sulaiman mengadakan perjalanan. Rombongan terdiri atas bangsa manusia, jin, dan hewan. Mereka menuju ke sebuah tempat yang bernama Asgalan. Dalam perjalanan, mereka melewati sebuah lembah. Lembah ini dihuni ribuan, bahkan mungkin jutaan ekor semut Tak salah kalau lembah ini dikenal dengan lembah semut.
Saat rombongan hendak melintasi lembah, seekor semut buru-buru memperingatkan kawan-kawannya. Khawatir rombongan Sulaiman menginjak-nginjak mereka.
Hai, kawan-kawan semut, masuklah ke sarang! Cepat masuklah ke sarang! Jangan sampai kalian mati terinjak. Tuh lihat, rombongan Sulaiman segera lewat, kita bisa mati terinjak-injak tanpa sepengetahuan mereka.”
Sulaiman tersenyum. Kata-kata semut itu membuatnya geli. Hal ini kemudian diungkapkan kepada para pengikumya. Tak lupa ia pun bersyukur. la memanjatkan puji kepada Allah. Berkat karunia-Nya, ia bisa mengerti kata-kata semut. la merasa kagum, ternyata semut semut itu bisa paham.

Sulaiman dan Ratu Balqis
Sulaiman pernah bernazar. Jika selesai membangun Baitul Maqdis, ia akan beribadah haji. Tuntas mengerjakan ibadah haji, ia tidak lantas pulang. la pergi ke Yaman. Sulaiman sampai di Sana. Di ibu kota Yaman itu, ia memanggil burung hud-hud. Hud-hud ditugasi untuk mencari sumber air. Maklum, di tempat itu tak ada air, hati Sulaiman kesal. Si hud-hud ternyata tidak ada. Burung-burung lain juga tak ada yang tahu. Mestinya, hud-hud ada di tempat setiap saat harus siap untuk menjalankan titah.
Ia marah, bahkan Sulaiman mengancam akan menghukum burung hud-hud itu. Kecuali kalau si hud-hud punya alasan yang jelas.
Tak lama kemudian, burung hud-hud muncul. la hinggap di sebuah dahan. la bertengger tak jauh dari Sulaiman. Kepalanya menunduk. la tahu kalau Sulaiman sedang marah.
“Maafkan hamba Paduka, hamba tidak berada di tempat.”
“Iya, ke mana saja engkau!”
“Begini, Paduka. Ada hal penting yang mesti Paduka ketahui.”
“Langsung saja. Nggak usah bertele¬tele.”
“ Saat itu hamba sedang terbang. Tak sengaja hamba melihat sebuah istana. Sungguh istana yang megah dan indah.”
”Apa anehnya istana yang megah?”
”Memang tidak aneh, Paduka.
“Lalu, apa masalahnya?”
“Masalahnya ratu dan rakyat negeri itu tidak beribadah kepada Allah, mereka menyembah matahari. Penyembahan dilakukan setiap matahari terbit dan terbenam. ”
“Apa nama negeri mereka? Siapa pemimpinnya!
“Negeri itu bernama Saba. Negeri itu dipimpin oleh seorang ratu bernama Balqis. Waktu itu hamba melihat Balqis sedang duduk di atas singgasana. Dari kejauhan, hamba melihat singgasananya bertatahkan permata.”
“Baiklah, alasan engkau cukup masuk akal. Engkau membawa berita yang sangat penting. Kesalahan engkau kumaafkan,”
“Beribu terima kasih, Paduka.”
“Jangan dulu senang. Kebenaran berita tadi harus dibuktikan.”
“Baik, Paduka.”
“Pergilah ke negeri Saba. Bawa surat ini. Harus sampai ke Ratu Balqis.”
“Siap, laksanakan.”
“Sesudah itu buru-buru pulang. Jangan ngelantur lagi. Kita akan menunggu jawaban Ratu Balqis.”
Hud-hud mohon diri. Kedua sayapnya dikepakkan. la terbang menuju ke negeri Saba, mengantar surat untuk Ratu Balgis.

Hud-hud sampai. Dari atas, ia sudah melihat istana Ratu Balqis. Lalu, ia terbang rendah. Setelah jarak cukup dekat, surat kemudian dijatuhkan. Surat itu jatuh di dekat Ratu Balqis.
Tentu saja, Ratu Balqis kaget bukan main. Sedang asyik duduk tiba-tiba ada benda jatuh. Sepucuk surat lagi. Hatinya dipenuhi penasaran. Siapa gerangan yang lancang. main lempar begitu saja. Pasti bukan surat sembarangan, pikirnya.
Tangan Ratu Balqis menjulur. Diambilnya surat misterius itu. Surat dibuka seraya dibaca. lsinya sebagai berikut:
Bismilahirrahmanirrahim. Aku, Raja Sulaiman, yang mengirim surat ini. Ratu jangan takabur. Jangan merasa diri lebih unggul segeralah Ratu tunduk kepadaku.
Surat dibaca berulang-ulang. lsinya mengundang penasaran. Baru kali ini, ia menerima surat seperti itu. Raja Sulaiman pasti sangat berkuasa, pikirnya. Jika tidak, mana mungkin ia begitu berani.
Tak tahu apa yang harus dilakukan, Ratu Balqis memanggil para penasihat. Semua dikumpulkan. Rapat kemudian dilakukan. Khusus untuk membahas isi surat. la meminta pendapat. Apa yang sebaiknya diperbuat.
“Surat itu bernada ancaman,” kata seorang penasihat. “Gusti Ratu, Saba itu negeri besar masa kita harus tunduk begitu saja.”
“Benar, Gusti Ratu. Lagi pula, kita belum tahu kehebatan Raja Sulaiman. Seberapa besar kerajaannya. Seberapa banyak tentaranya,” kata yang lain.
“Kami tidak gentar. Kami siap berperang. Kami siapa mati demi membela negeri,” yang lain ikut nimbrung.
“Namun, keputusan ada di tangan Gusti Ratu. Gusti Ratu sangat bijak. Kami siap menjalankan titah. Apapun keputusan Gusti Ratu.”
“Kalian memang pemberani. Kalian begitu setia. Aku bangga, puji Ratu Balqis.
“Terima kasih Gusti Ratu.” Serempak para penasihat itu menjawab, “perang adalah jalan terakhir, sebisa mungkin harus dihindarkan. Sebab perang akan membawa korban. Nyawa banyak melayang. Dan kita belum tentu menang. masih mending kalau kita yang menang. Kalau kalah? Bisa dibayangkan, musuh akan menyerbu. Sudah pasti kehancuran yang terjadi. mereka akan memorak-porandakan kota. Bangunan¬-bangunan dihancurkan. Kekayaan dijarah habis-habisan. Rakyat banyak jadi korban. ltu yang tidak kuharapkan.”
“Lantas, apa saran Gusti Ratur tanya seseorang.
“Menurutku, sebaiknya kita menempuh jalan damai, menghindari kekerasan adalah jalan terbaik. Tak ada yang menang, tak ada yang kalah.”
“Kami Siap menjalankan titah Gusti Ratu”
“Begini. Aku akan mengirimkan hadiah kepada Raja Sulaiman. Akan kucoba untuk melunakkan hatinya. Aku akan menghadiahinya barang-barang mewah. Yakin, Raja Sulaiman akan terpesona. Nanti kita lihat, bagaimana reaksinya.”
Pembicaraan itu didengar oleh burung hud-hud. Setelah dipandang cukup, ia melesat terbang. Kedua sayapnya dikepakan kuat-kuat. la harus cepat-cepat pulang. Ada informasi penting yang ha rus segera dilaporkan.
Setelah sekian lama terbang, sampailah hud-hud di istana. Kemudian, ia menghadap Raja Sulaiman. Di hadapan Sulaiman, si penyelidik hud-hud melapor. Rencana Ratu Balqis diberitahukan.
“Hadiah mewah” Sulaiman tersenyum mendengarnya, tak paham akan maksud Ratu Balqis,
Sulaiman kemudian mengatur rencana. Utusan Ratu Balgis akan diterima. Namun, ia akan membuat hal yang mengejutkan.
Beberapa hari kemudian, utusan Ratu Balqis datang. Si utusan diterima dengan baik. Raja Sulaiman menyambutnya dengan ramah.
Setelah berbasa-basi, si utusan mengemukakan inti per.soalan. Kedatangannya bukan tanpa maksud dan tujuan, mereka datang membawa pesan damai. Untuk itu, dia membawa hadiah.
“Mohon Paduka yang mulia berkenan menerimanya,” kata si utusan.
“Sudahlah,” kata Sulaiman sambil tersenyum. “Kami tidak membutuhkan hadiah-hadiah itu. Bawa lagi saja. Kembalikan kepada ratumu.”
Si utusan melongo. Kok, ada orang yang menolak hadiah. Padahal, ini bukan sembarang hadiah, ini hadiah mewah dari seorang ratu.
“Katakan juga kepada ratumu,” lanjut Sulaiman, “Allah telah memberiku kekayaan yang berlimpah. Tak ada seorang pun yang dapat menyainginya. Selain raja, aku juga seorang nabi dan rasul. Kerajaanku sangat luas. Tak hanya meliputi manusia, tapi juga meliputi kalangan jin dan hewan. Aku tidak silau oleh harta. Pulanglah, katakan kepada ratumu, hendaklah ia beriman. Jika tidak, kami akan mengirimkan bala tentara yang sangat kuat. Tak ada yang sanggup mengalahkan bala tentara kami”
Pulanglah utusan Ratu Balqis itu. Kepada sang ratu ia melapor bahwa ternyata semuanya di luar dugaan. Raja Sulaiman tidak mau menerima hadiah. Semua hadiah dikembalikan.
Ratu Balqis tercenung. Pikirannya bingung. Sepertinya, ancaman Raja Sulaiman bukan gertak sambal. Ia harus menyelamatkan rakyat dan kerajaannya. Akhirnya, diputuskan untuk menyerah. Ia sendiri yang langsung akan menghadap kepada Raja Sulaiman.
Sulaiman kemudian mengatur rencana. Utusan Ratu Balgis akan diterima. Namun, harus ada hal yang mengejutkan. Rencananya, singgasana Ratu Balgis akan dibawa. Singgasana itu akan
dipindahkan ke dekat istana Raja Sulaiman.
Tapi siapa yang sanggup memindahkan singgasana Ratu Balqis secepat mungkin?” tanya Sulaiman kepada para pembantunya.
“Hamba sanggup,” kata jin lfrit. “Berapa lama?”
“Sebelum Paduka bangkit dari singgasana, hamba ini kuat, hamba bisa dipercaya,” jawab jin lfrit bangga.
“Hamba bisa lebih cepat lagi,” seseorang yang berilmu tinggi menyela.
”Cepat?”
“Hamba akan memindahkan singgasana itu sebelum Paduka berkedip.”
“Kalau begitu, segera laksanakan” Dan dalam sekejap singgasana Ratu Balqis sudah dipindahkan. Sulaiman takjub. Kini, singgasana Ratu Balqis sudah ada di depannya.
“Ini karunia Allah. Sudah sepatutnya aku bersyukur. Aku tak boleh kufur. Yang bersyukur pasti untung. Yang kufur pasti rugi. Sungguh Allah Mahakaya lagi Mahamulia,” ujar Sulaiman.
Sulaiman bersiap-siap. Tak lama lagi, Ratu Balqis datang. la sendiri yang akan menyambut. Singgasana harus sedikit diubah, pikirnya. Dengan begitu, Ratu Balgis tak akan tahu. Maka, ia pun memanggil para pembantunya. Mereka disuruh untuk sedikit mengganti bentuk dan warna singgasana itu.
Yang ditunggu-tunggu datang. Rombongan sudah tiba. Ratu Balgis dan para pengiringnya memberi hormat. Sulaiman menyambut hangat. Sejenak, mereka berbasa-basi.
Tiba saatnya Sulaiman menguji Ratu Balgis.
“Seperti inikah singgasana Ratu?” tanya Sulaiman seraya menunjuk ke singgasana.
“Sepertinya, ya.” Balqis tampak mengernyitkan kening. Dalam hati, ia bertanya-tanya. Kok, ini mirip sekali dengan singgasananya. Apa mungkin singgasananya telah dipindahkan? Ah, tidak mungkin. Singgasanaku masih berada di istana. Sebelum ke sini aku masih mendudukinya. Aku sangat yakin. Balqis bertanya-tanya dalam hati.
Ratu Balqis tak bisa tenang. Pikirannya dipenuhi beragam pertanyaan. Heran, kok bisa-bisanya ada singgasana yang mirip sekali dengan singgasananya. Keheranan membuatnya tampak seperti orang kebingungan, mata¬nya melongo. Singgasana itu ditatapnya tanpa berkedip.
Saat itulah, Ratu Balqis dipersilakan masuk. Ada sebuah ruangan khusus untuknya. Ruangan yang sangat istimewa. Lantainya terbuat dari kaca. Dinding¬dindingnya juga terbuat dari kaca.
Ketika hendak memasuki ruangan itu, Balqis menyingsingkan pakaiannya. Betisnya tersingkap. pikiranya, dalam ruangan itu terdapat kolam air. Takut basah.
“Ratu nggak perlu menyingsingkan pakaian. Nggak akan basah, kok. Ratu tidak sedang berada di atas kolam air. Yang Ratu lihat adalah kaca-kaca yang sangat bening, bukan air.”
Balqis tersipu-sipu. Pipinya merona lantaran malu. Kok, ia kampungan banget kaca dikira air.
Keadaan itu menyadarkan Ratu Balqis. Ternyata, kemegahan yang selama ini ia bangga-banggakan tidaklah seberapa. Sama sekali tak sebanding dengan apa yang dimiliki Sulaiman. Sungguh, ia merasa kecil. Apalagi, dibandingkan dengan kepunyaan T uhan.
“Selama ini aku tersesat Aku telah berbuat syirik. Kutinggalkan Allah dan kusembah matahari. Nikmat dan karunia-Nya tak kusyukuri. Sungguh, aku telah menzalimi diri sendiri. Ampunilah aku, ya Allah. Aku berserah diri kepada Engkau. Akan kuikuti jalan-Mu dengan penuh ikhlas. Rahmatilah aku, ya Allah. Engkau maha Pengasih lagi maha Penyayang.”

Tak Ada yang Langgeng
Sehebat apa pun manusia pasti mati. Entah itu raja yang berkuasa, entah itu rakyat biasa. Ajal pasti tiba. Tak bisa ditunda-tunda, juga tak bisa dipercepat.
Pun halnya dengan Sulaiman. Raja yang sangat berkuasa ini meninggal dunia. Tak ada yang mengetahui kematiannya, bangsa jin sekalipun. Ketika itu para jin tengah menjalankan titah Sulaiman. mereka diperintah membua beberapa bangunan.
Para jin itu terus bekerja. Tak tahu bahwa yang memberi titah sudah wafat, Sulaiman masih tetap duduk di atas singgasanya. Sebelah tangannya memegang tongkat. Tongkat inilah yang menopang tubuhnya.
Tongkat itu kemudian digerogoti anai-anai. Sedikit demi sedikit, sampai akhirnya keropos, dan jasad Sulaiman pun ambruk. Setelah itu barulah para jin itu tahu. Ternyata, Sulaiman telah lama meninggal. Andai tahu dari awal, tentu sudah lama mereka berhenti bekerja.

—oOo—
Read More..

No comments:

Post a Comment