Maulid Nabi SAW
Maulid Nabi SAW
Maulid Nabi SAW
Pengajian Rutin

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ


Kalamullah
"Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha perkasa lagi Maha Pengampun." (Fathir: 28)

Sabda Nabi
“Sesungguhnya ulama adalah pewaris para nabi. Sungguh para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham. Sungguh mereka hanya mewariskan ilmu maka barangsiapa mengambil warisan tersebut ia telah mengambil bagian yang banyak.” (HR. At Tirmidzi, dishahihkan Al Imam Al Albani)

Nasehat Salaf
"Jika engkau bisa, jadilah seorang ulama. Jika engkau tidak mampu, maka jadilah penuntut ilmu. Bila engkau tidak bisa menjadi seorang penuntut ilmu, maka cintailah mereka. Dan jika kau tidak mencintai mereka, janganlah engkau benci mereka." (Umar bin Abdul Aziz)
Rosulullah SAW Bersabda :"Barang siapa yang menyebut (berdzikir) kepada-Ku dalam kelompok yang besar (berjamaah), maka Aku (Allah) akan menyebut (membanggakan) nya dalam kelompok (malaikat) yang lebih besar (banyak) pula "(HR. Bukhari-Muslim)

Kisah Nabi Yusuf dan Nabi Ayyub

Nabi Yusuf dan Nabi Ayyub

Nabi Yusuf

(Sebelas Bintang, Matahari dan Rembulan)

Nabi Ya’qub mempunyai dua belas orang anak. Anak ketujuh bernama Yusuf. Yusuf punya seorang adik yang seibu sebapak. la bernama Bunyamin. Keduanya berasal dari ibu yang sama, yaitu Rahel.
Dibandingkan dengan saudara-saudaranya yang lain, Yusuf punya banyak kelebihan. Yusuf dikaruniai rupa yang tampan dan tubuh yang tegap. Ketampanannya memesona banyak orang. Selain berwajah ganteng, Yusuf juga berakhlak mulia.
Tak mengherankan kalau Yusuf mendapat perlakuan beda. Sang ayah, Ya’qub, sangat memanjakannya. Yusuf mendapat kasih sayang lebih dibandingkan dengan saudara-saudaranya yang lain. Kasih sayang Ya’qub semakin bertambah manakala Rahel telah meninggal dunia. Yusuf ditinggal ibunya semasa berumur dubelas tahun.

Kecemburuan Saudara-Saudara Yusuf
Keadaan ini menumbuhkan kecemburuan di kalangan saudara-saudara Yusuf. mereka tidak senang melihat Yusuf mendapat perlakuan istimewa. menurut mereka, sang ayah pilih kasih. mereka merasa dianaktirikan.
Suatu hari, saudara-.saudara Yusuf mengadakan pertemuan. masing-masing mengelurkan unek-uneknya. Dalam pertemuan itu, dibahas pula mengenai nasib mereka. mereka ingin agar sang ayah berlaku adil terhadap semua anaknya.
“Menurutku, Ayah pilih kasih. Kita ini dua belas ber.saudara. masa hanya Yusuf dan Bunyamin yang disayang, sementara yang lain tidak. ltu sungguh tidak adill» seseorang mengungkapkan kekesalannya.
“Benar, itu tidak adil. Apa bedanya kita dengan Yusuf. Kita sama-sama anak Ya’qub,” timpal yang lain.
“Ya, kita diperlakukan seperti anak tiri. Padahal, kita ini lebih tua. Kita ini lebih gagah dan kuat. Setiap saat, kita mendampingi ayah. Kita pula yang mengurus segala keperluan ayah.”
“Aku juga heran. Kenapa Ayah begitu sayang kepada Yusuf dan Bunyamin.” “mungkin, karena ayah sangat mencintai ibu kandung Yusuf.”
“Boleh jadi. Ayah memang sangat mencintai lbu Rahel.”
“Tapi, yang jelas, kita ini korban . Korban pilih kasih Ayah.”
“Ya, siapa suruh kita lahir dari perut lbu Layya.”
“Atau jangan- jangan karena Yusuf punya wajah tampan.”
“Mungkin, saja. Tapi, siapa menghendaki wajah kita tak setampan Yusuf. lni semua bukan kemauan kita. Lagi pula, siapa tak mau punya wajah ganteng.”
Pertemuan semakin memanas. Puncaknya, semua sepakat mereka harus mengakhiri ketimpangan ini.

Rencana Jahat
Pertemuan terus berlanjut. mereka berembuk untuk menyelesaikan masalah ini. Bermacam usulan bermunculan. lntinya mereka harus menyingkirkan Yusuf.
“manusia itu seperti jemari tangan. Jari tengah paling panjang. Jempol paling gemuk. Telunjuk dan jari manis berukuran sedang. Sementara, kelingking paling pendek dan kecil. Selayaknya tak dipertanyakan, mengapa yang satu pendek dan yang lain panjang.”
“Benar, semua jari mestinya diperlakukan sama. Panjang pendek jangan dibeda-bedakan. “
“Ayah membeda-bedakan kita. Ayah sangat memanjakan Yusuf. Kita ini dinomorduakan.”
“masalah ini akan terus berlanjut. Kecuali, kalau Yusuf disingkirkan.”
“Benar, Yusuflah biang keroknya.”
“Akur. Kita harus segera menyingkirkan Yusuf.”
“ Jika Yusuf tidak ada, semua akan berjalan normal”
“Persis. T ak perlu diragukan lagi. Yusuf sudah disingkirkan. Dengan begitu, ayah akan menyayangi kita. Hidup kita akan rukun dan damai.”
“Kalau begitu, kita habisi saja Yusuf. Kita bunuh dia beramai-ramai.”
“ mendingan Yusuf dimakan .serigala.” “Yahudza, anak keempat Nabi Ya‘qub, terkejut. Rencana saudara-saudaranya itu terlalu sadis. Perasaannya tidak tega masa saudara sendiri dibunuh.”
“Jangan, jangan dibunuh. Kasihan Yusuf. Kita ini anak-anak nabi. masa kita menjadi pembunuh.”
“Tapi, itu cara yang paling mudah.”
“Membunuh itu dosa besar. Apalagi, yang dibunuh itu saudara kita. Yusuf itu tidak bersalah. la tidak pernah mengganggu kita. la memang sangat dicintai ayah. T api, kukira itu di luar kemauannya.”
“Apa kamu punya saran lain,Yahudza?”
“Begini, aku punya usul. Bagaimana kalau Yusuf kita buang saja. Kita masukan ke dalam sumur. Tapi, jangan sumur yang dalam. Sumur itu juga sebaiknya berada di persimpangan jalan.”
“Saya setuju- setuju saja, sih. Tapi, kenapa harus begitu?”
“Begini,kalau sumur terlalu dalam, Yusuf bisa mati.”
“Terus kenapa harus sumur yang terletak di persimpangan jalan?”
“Nah, itu supaya Yusuf selamat Siapa tahu nanti ada kafilah lewat Dan saat mengambil air, mereka menemukan Yusuf. Lalu, Yusuf dibawa jauh. Kita tak akan bertemu lagi dengannya. Beres, bukan?”
“Benar juga. Memang, kita tidak perlu membunuh Yusuf. Yang penting dia tidak ada.”
Usul Yahudza disambut baik. Saudara-saudaranya yang lain setuju. mereka juga sepakat untuk mengatur siasat Adapun mengenai waktu, akan ditentukan kemudian. Pertemuan bubar. Hasil pertemuan tak boleh boeor. Semua berjanji untuk merahasiakannya. Tak seorang pun boleh tahu. Sebab kalau Ya’qub sampai tahu, urusannya bisa runyam.

Sebelas Bintang, Rembulan, dan Matahari
Di tempat lain, Yusuf tertidur pulas. Yusuf sama sekali tidak mengetahui rencana jahat itu. la tidak menyadari sewaktu-waktu bahaya bisa mengancam. Pada malam pertemuan itu, Yusuf malah bermimpi. mimpi yang sangat aneh. Dalam mimpi itu, Yusuf melihat sebelas bintangl matahari, dan bulan. Semua turun dari langit seraya bersujud di depannya.
Pagi harinya,Yusuf terbangun. Begitu membuka mata, terbayang kembali mimpi itu. mimpi semalam sangat berkesan. Sulit dilupakan. Pikirannya selalu teringat akan mimpi itu. Ada apa dengan sebelas bintang, matahari, dan bulan? maka, Yusuf menemui sang ayah. Yusuf kemudian menceritakan mimpi yang dialaminya tadi malam. Ya’qub terlihat senang. Wajahnya berseri-seri setelah mendengar penuturan Yusuf.
“Ananda, ini bukan sembarang mimpi. mimpi Ananda merupakan pertanda. Ananda akan dikaruniai kenabian dan kekuasaan. Ayah berpesan, Ananda harus berhati-hati. Jangan sampai mimpi ini diketahui oleh saudara – saudara Ananda.”
“memang kenapa, Ayah?”
“ mereka akan merasa iri. Bukan tidak mungkin, melainkan mereka juga akan mencelakai Ananda. Apakah Ananda tidak merasakan bagaimana sikap mereka terhadap Ananda.
“Ya, mereka sering bersikap sinis. Kadang-kadang, mereka suka menyakiti Ananda. “
“makanya, Ananda harus waspada. Ayah khawatir, kedengkian mereka semakin menjadi- jadi. Pokoknya, Ananda jangan lengah. Siapa tahu mereka telah merencanakan niat jahat
“masa sampai sejauh itu?” Yusuf menyelaseakan tak percaya. Kedengkian hampir selalu berujung pada kezaliman. Dijerumuskan ke dalam Sumur .Pada hari yang ditentukan, saudarasaudara Yusuf berkumpul. Pertemuan singkat pun digelar. mereka membahas langkah-langkah untuk menyingkirkan Yusuf.
Rencana Siap dijalankan. mereka akan beraksi. Bersama-sama mereka menghadap sang ayah. mereka kemudian mengemukakan rencana untuk pergi ke luar kota.
“ Ayah, kami hendak berlibur. Kami akan pergi ke luar kota. Sekian lama kami bekerja keras. Sekali-kali tak ada salahnya kami berjalan-jalan. Ya, hitung-hitung menghirup udara bebas. Kami akan tinggal beberapa hari. Kami akan bersenang-senang.”
“Baguslah. Kapan kalian berangkat?” “Sekarang, Ayah.
“Sudah siap semuanya?”
“Sudah. Tapi, Ayah, kami ingin mengajak adik kami. Tampaknya Yusuf juga perlu hiburan. Selain itu, kami juga ingin memperakrab hubungan. Biar kami hidup rukun,”
Kali ini, Ya’qub termenung. Bermacam pikiran berkecamuk dalam benaknya.Ya’qub tak mengira kalau mereka akan mengajak Yusuf.
”Jangan khawatir, Ayah. Kami akan Menjaga Yusuf.Sebenarnya, Ayah tak ingin berpisah dengan Yusuf. Ayah tak ingin jauh-jauh dari Yusuf. Lagi pula, kata orang, di sana banyak hewan buas. Ayah khawatir kalau Yusuf dimakan serigala.”
”Sepertinya, Ayah tak percaya kepada kami. Kami ini akan pergi bersama-sama. Kami bisa dipercaya, kok.”
”Bukan begitu, Anakku. Siapa tahu kalian sedang asyik bermain. Yusuf ditinggal .sendiri Tanpa sepengetahuan kalian, .serigala datang. Dan Yusuf pun dimangsa. Ayah akan sangat bersedih kalau hal itu benar-benar terjadi. Kalian, kan, tahu, Ayah sangat sayang kepada Yusuf.”
”Lihat Ayah, kami ini kuat-kuat Kami ini bukan anak-anak Ayah yang penakut Lagi pula, jumlah kami banyak. Tak mungkin serigala berani macam-macam. Kami tak akan mengecewakan Ayah.”
Tak kuasa menolak. Ya’qub akhirnya memberi izin. Yusuf boleh diajak walau terasa berat Berat sebab ia tahu kalau anak-anaknya itu tidak menyukai Yusuf. Namun, tak ada alasan untuk menolak.
”Baiklah, kalau kalian sanggup menjaga Yusuf. Kalian boleh membawanya. Tetapi, kalian harus bertanggung jawab. Keselamatan Yusuf ada di tangan kalian, dengan berat hati, Ya’qub mengizinkan anak-anaknya membawa Yusuf pergi.
Pagi-pagi sekali, anak-anak Ya’qub sudah berkemas. Segala keperluan tak lupa mereka per.siapkan. makanan dan minuman tak ketinggalan .
Rombongan berangkat saat fajar menyingsing. Sebelas orang anak Ya’qub pergi bersama-sama. Hanya Bunyamin yang tidak ikut. Rombongan menuju ke suatu tempat mereka membawa Yusuf ke sebuah sumur tua. Sesuai rencana Yusuf akan ditinggalkan di tempat itu. Perjalanan sangat jauh. Cukup memakan waktu. Tenaga juga terkuras. T ubuh terasa pegal-pegal dan lelah. Keringat membasahi baju.
Akhirnya, mereka tiba di tempat Sebuah sumur tua sudah terlihat Sertamerta mereka menyeret Yusuf. Baju Yusuf dibuka paksa. Yusuf sangat terkejut . Tak habis pikir mengapa saudara-.saudaranya begitu tega. Apa salahnya? Bukankah selama ini ia selalu bersikap baik? Tak sekali pun ia pernah menyakiti mereka.
Yusuf memelas. Wajahnya meringis. Kata-katanya mengiba. la minta dikasihani. Tangis Yusuf tak dihiraukan. Kata kata Yusuf tak dipedulikan. mereka terus saja menyeret Yusuf. Sampai akhirnya, mereka tiba di mulut sumur. Dan tanpa pikir panjang, mereka langsung menjerumuskan Yusuf.
Yusuf menjerit mereka tersenyum puas. Hati mereka terasa lega. Halangan telah disingkirkan. Tak ada lagi yang akan merebut perhatian ayah mereka. Kasih sayang Ya’qub sepenuhnya akan tertumpah kepada mereka. Menjelang sore, mereka pulang. mereka meninggalkan Yusuf di sumur tua. matahari hampir tenggelam. mereka baru sampai di rumah.
mereka kemudian menghadap sang ayah. Ya gub bertanya-tanya. Kenapa mereka pulang tanpa membawa Yusuf? Ke mana Yusuf? Hanya baju Yusuf yang mereka bawa.ltu pun penuh darah.
mereka memang sengaja melumuri baju Yusuf dengan darah kambing. Tujuannya untuk mengelabui. di hadapan Ya ‘gub, mereka berpura-pura murung. Bahkan, mereka pun menitikkan air mata.
“Ayah, kami sedang nahas. Ternyata, kekhawatiran Ayah benar-benar terbuk ti. Kami ketibansial.”
“Ada apa? Tolong kemukakan sejelas mungkin”
“Begini Ayah. Yusuf dimangsa serigala. Ketika itu kami sedang bermain. Kami balapan lari. Yusuf ditinggal sendirian. la ditugasi menjaga barang-barang Kami.”
“Kalian benar-benar ceroboh! Ya’qub mendamprat anak-anaknya.”
“Kami sudah berusaha, Ayah. Tapi, kami kecolongan. Ketika itu kami tak melihat tanda -tanda ada bina tang buas. menurut kami, keadaan aman-aman saja. Lalu, kami bermain. Salahnya, kami terlalu asyik bermain. Sehingga kami lupa menengok Yusuf. Rupanya, ada serigala yang masuk. Serigala itu langsung menyergap dan memangsa Yusuf. Kami berlari. Kami berusaha menolong. Tapi, terlambat Yusuf tak tertolong.”
“Begitu,ya.”
“Benar, Ayah. Kami tidak berbohong. Kami sangat menyesal tak bisa menepati janji. Namun, apa hendak dikata. Semua sudah terjadi. Yusuf sudah mati. Hanya bajunya yang bisa kami bawa. Barangkali ini bisa menjadi bukti kebenaran ka- mi. Kami tahu, Ayah tidak akan percaya meskipun kami te,ah mengatakan yang sebenarannya.”
Sabar. Hanya itu yang bisa di,akukan Ya’qub. marah tak akan menye,esaikan masa,ah. ,ebih baik bersabar ketimbang mengumbar kata-kata kasar. Ya’qub hanya bisa pasrah. Kesedihan dan kekesa,an bercampur jadi satu.

Dijual, sebagai Budak
Gelap, sepi, dingin. itu yang dirasakan Yusuf. Yusuf berpikir bagaimana caranya ke,uar. mata Yusuf melihat ke berbagai arah. ia berharap ada jalan keluar. Sia-sia. Jangankan jalan keluar,telunjuk sendiri saja tak kelihatan.
Tak ada yang bisa diperbuat masih untung bisa selamat Air sumur tak terlalu dalam. Bayangkan kalau air sumur sedang ban yak. tubuh Yusuf pasti tenggelam.
Yusuf muda menghadapi wian berat terasa berat sebab pelaku kejahatan adalah saudara-saudara Sendiri. Tega niat mereka. Yusuf juga harus jauh dari orangtua.
Padahal, selama ini ia begitu disayang. Wajah Ya‘qub selalu terbayang. Kendati demikian, Yusuf tetap bersabar. Tak ada keluhan, apa,lagi putus asa. Semua penderitaan dihadapinya dengan tabah. Ia tetap berbaik sangka. Pasti ada hikmah di baik semua ini.
Hari berganti hari. Terasa begitu ,ama. Sudah tiga hari, Yusuf berada di dalam sumur papar mulai menyiksa. Tak ada yang bisa dimakan. masih untung bisa minum. Tapi, kapan semua ini akan berakhir. Belum ada harapan. Atau jangan- jangan sumur tua ini akan menjadi kuburannya.
pikiran Yusuf melanglang ke manamana. Kadang ingat akan sang adik, Bunyamin. Kadang juga ingat akan sang ayah, Yatgub. Tiba-tiba, Yusuf mendengar suara langkah kaki. Suara itu semakin jelas. Sampai kemudian Yusuf mendengar suara orang-orang yang sedang mengobrol. Sesekali terdengar gelak tawa terbahak-bahak.
Rupanya, mereka adalah kafliah yang sedang singgah. mereka berhenti untuk beristirahat Kuda dan unta ditambatkan. Beberapa orang pergi membawa wadah-wadah air. Sudah barang tentu sumur tua yang mereka tuju. mereka hendak mengambi, air. letak sumur itu sangat strategis. Berada di persimpangan jalan. Setiap ada kafliah yang lewat, pasti berhenti. mereka akan menimba air dari sumur itu.
Ada harapan, pikir Yusuf. Paling tidak ia bisa berteriak minta tolong. Atau berpegangan ke tali timba. Yusuf bersiap-siap. Telinganya dipasang baikbaik. la berusaha mendengar apa yang dikatakan orang-orang itu.
Terdengar seseorang berkata.la menyuruh temannya agar segera menurunkan timba. Sreeet … , sreeet …. Perlahan tali timba diturunkan.
Yusuf bersiaga, mata, telinga, tangan, bersiap-siap. Semua indranya Siaga. Tak lama kemudian, dilihatnya Sebuah timba. Sedikit demi sedikit tali timba itu menu- run. Semakin lama semakin dekat Dan huuup … , Yusuf menangkap tali timba.
Gembira. Harapan hidup kembali muncul. Dipegangnya tali timba itu eraterat Hatinya berdebar-debar. Sejurus kemudian tali timba itu di tarik keatas. Perlahan-lahan, timba naik ke atas. Napas mereka ngos-ngosan. Tak biasanya timba sebegitu berat
Timba sudah terlihat Para musafir itu terperanjat mata mereka melihat Ada seseorang berdiri tegak. Tak heran kalau timba begitu berat Sebab ada seorang pemuda bertubuh tegap. Wajahnya tampan memikat
Beberapa saat para musafir itu terpana. mata mereka tak berkedip. memandang ke arah pemuda rupawan. Para musafir itu kemudian bercakapcakap. Akan diapakan pemuda tampan ini. Seseorang mengusulkan agar pemuda itu dibiarkan saja. Yang lain mengatakan supaya diantarkan kepada keluarganya. Tapi, akhirnya mereka menemukan kata sepakat Si pemuda akan dibawa ke mesir untuk dijual.
Sampai di mesir, Yusuf dibawa ke pasar. Bukan pasar biasa, melainkan pasar tempat penjualan budak-budak. Para musafir itu kemudian menawarkan-nawarkan Yusuf. Yusuf dilelang tak ubahnya barang dagangan. Para musafir itu agak was-was juga. mereka takut ketahuan. Sebab bukan tidak mungkin ada keluarga Yusuf yang kebetulan melihat mereka buru-buru menjualnya. Oleh karena itu, mereka tak mematok harga tinggi.
Yusuf laku terjual. la dibeli oleh seorang pejabat mesir. Si pejabat yang bernama Qiftir tentu sangat senang. Senang karena bisa mendapatkan budak dengan harga murah. Tidak hanya murah, tapi juga berkualitas. Tubuh tegap dan wajah sangat tampan.
Qiftir pulang. lstri Qiftir mengerutkan kening. Siapa gerangan yang dibawa suamiya.
“Siapa yang Kanda bawa?”
“Ini seorang budak. Baru saya beli.
Harganya tak seberapa. Tapi, menurut saya, ia sangat baik. Cukup bisa diandalkan. T olong perlakukankan ia dengan baik. Siapa tahu kelak kita akan mendapatkan manfaat darinya. Juga tak ada salahnya kalau kita mengangkatnya sebagai anak,,” kata Giftir dengan bangga.
Yusuf diperlakukan sangat baik. Segala keperluannya diperhatikan. Giftir menganggapnya seperti anak sendiri. Tapi, Yusuf tahu diri. Yusuf membantu pekerjaan tuan rumah dengan senang hati. Semua tugas dikerjakannya dengan baik.

Dirayu Nyonya Rumah
Hubungan Yusuf dengan kelua ga Giftir sangat baik. Yusuf merasa seperti tinggal di rumah sendiri. Bahkan, Giftir dan istrinya udah dianggapnya seperti orangtua sendiri.
Yusuf benar-benar pemuda yang .angat tampan. Ketampanannya bisa membuat mata terpana. Wanita mana pun yang melihat Yusuf pasti berdecak kagum. Tak terkecuali istri Qiftir.
Hari-hari pertama, Zulaikha hanya mengagumi kepribadian Yusuf. Selain rajin, Yusuf juga sangat sopan. Zulaikha sangat menyukai Yusuf. Namun, lama kelamaan rasa suka berkembang. Yang tadinya sebatas suka, kini tumbuh benih benih cinta. makin lama makin besar.
Yusuf masih belum sadar. Tak mengira kalau nyonya rumah menaruh hati kepadanya. Selama ini, ia menyikapi sikap manis Zulaikha dengan wajar-wajar saja. Yusuf tetap berlaku sopan. merasa tidak mendapat respon., Zulaikha tambah berani. Tindak tanduknya semakin berlebihan. Namun, Yusuf tetap saja tegar. Akhlaknya tetap dijaga.
Zulaikha mulai kesal. Sikap dingin Yusuf semakin membuatnya penasaran. Tujuan harus tercapai. Hasrat harus tersalurkan. Demikian, ia bertekad,, pikir Mungkin yusuf malu, atau tak mengerti, pikir Zulaikha.
Zulaikha sudah tidak sabar. Ta pi, ia tak boleh gegabah. Bagaimanapun suaminya adalah seorang pejabat. la harus mencari kesempatan yang tepat.
Suatu ketika, Qiftir tidak berada di rumah. Kesempatan. Zulaikha mengatur siasat.la masuk ke kamarnya. Dari dalam kamar, ia meminta agar Yusuf masuk. Tanpa curiga, Yusuf pun masuk. Setelah berada di dalam kamar, pintu dikunci. Yusuf bertanya-tanya. Kenapa Zulaikha mengunci pintu? Keheranan Yusuf ter awab ketika Zulaikha mulai merayu.
“Ayo, Sayang, kemarilah. Tidak usah malu-malu. Segenap jiwa raga kuserahkan kepadamu.”
Yusuf sangat terkejut Wajahnya Segera dipalingkan. Sadarlah ia. Ternyata, Zulaikha punya maksud busuk.
Ya Allah Iindungilah aku dari godaan setan. Tidak, ini tidak boleh terjadi. Tuan Qiftir sudah banyak berbuat baik. Aku sangat berutang budi kepadanya.”Ingat Nyonya, tuan Qiftir juga adalah suami Nyonya. Sadarlah, ini perbuatan yang tidak benar.”
“Ayolah, Sayang. Jangan banyak bicara. Di Sini tidak ada siapa-siapa.” Zulaikha tetap memaksa.
“Tidak, aku tidak boleh mengkhianati Tuan Qiftir. memang tak ada orang, tapi Allah maha melihat Allah pasti murka. Allah akan menghukum siapa pun yang berbuat maksiat.”
Merah padam wajah Zulaikha. matanya melotot Amarah tak tertahankan. Penolakan Yusuf membuatnya merasa terhina. Tak bisa ia terima. Apalagi, penghinaan ini datang dari seorang budak. Khawatir tak bisa mengendalikan diri, Yusuf pun lari. Buru-buru, ia menuju pintu. Akan tetapi, Zulaikha segera bangun. Lalu, ia mengejar Yusuf.
Saat berusaha membuka pintu itulah Yusuf ditarik dari belakang. Baju Yusuf robek. Bersamaan dengan itu pintu terbuka. Ternyata, yang datang adalah Qiftir. Qiftir melihat gelagat tak beres. la merasa curiga. menyadari hal ini, Zulaikha cepat-cepat berkata. Zulaikha berusaha menyakinkan suaminya. Dalam hal ini, tentu harus ada yang dikorbankan. Dan Yusuf pantas untuk itu.
“Yusuf berani kurang ajar! Tanpa izin ia masuk ke kamar. la telah berbuat kurang ajar. la memaksaku untuk melayani nafsu bejatnya. Yusuf benar-benar tak tahu malu. Kebaikan kita selama ini dibalasnya dengan perbuatan nista. Yusuf harus dihukum. biar tahu rasa.”

Dijebloskan ke Penjara
Zulaikha terus saja nyerocos. Sementara itu, Yusuf diam saja. la hanya mendengarkan tuduhan palsu itu. Setelah Zulaikha berhenti, barulah ia mencoba menjelaskan duduk perkara yang sebenarnya.
“Nyonya yang merayu saya, Tuan. Nyonya menyuruh saya masuk ke kamar. Di dalam kamar, ia memaksa saya untuk berbuat mesum. Saya menolak. Terus saya berlari. Baju saya ditariknya. Lihat saja, baju saya robek.”
Qiftir bingung. Siapakah yang bisa dipercaya, Yusuf atau Zulaikha. Yusuf itu orang jujur. Tak pernah berdusta. Selama ini, ia selalu bersikap sopan. Rasanya, mustahil ia berani berbuat tak senonoh terhadap istrinya. Atau jangan- jangan istrinya yang berkhianat .
Saat itulah, seseorang datang. la seorang yang alim dan bijak. Nasihatnasihatnya layak didengar. Kata-katanya bisa dipercaya. Sangat pas kalian mintai pertimbangan.
“Begini saja, Tuan,” jelas orang itu, “kita lihat baju Yusuf. Jika baju itu robek di bagian depan, Yusuf bohong. Artinya, Zulaikha yang benar. Namun, jika baju itu robek di bagian belakang, Yusuf benar. Artinya, Zulaikha yang bohong.”
Permeriksaan pun dilakukan. Hasilnya, baju Yusuf robek di bagian belakang. lni berarti Yusuf yang benar dan Zulaikha yang salah.
“Dasar wanita! Ternyata, kamu yang berbuat salah.”
Qiftir kemudian menghampiri Yusuf.
“Yusuf, kumohon kau merahasiakan kejadian ini. Cukuplah kita saja yang tahu. Tolong jangan kau ceritakan kepada orang lain. Jangan sampai aib ini menyebar. Kita malu.”
Pesan ini benar-benar dijalankan oleh Yusuf. Kepada siapa pun Yusuf tak pernah cerita. Tapi, yang namanya kebusukan, akhirnya ketahuan jua. Peristiwa yang terjadi antara Yusuf dan Zulaikha akhirnya bocor. Dan dari mulut ke mulut kejadian itu tersebar. Orang-orang ramai menggunjingkan kejadian itu. Di warung-warung, di kedai-kedai orang sibuk memperbincangkan hal itu. Semakin lama semakin meluas. Termasuk pula di kalangan istri-istri pejabat
Cemoohan mulai bermunculan. Dari yang sembunyi- sembunyi, sampai yang terang-terangan. Berbagai komentar miring ditujukan kepada Zulaikha.
“masa istri pejabat mau-maunya sama pembantu. Tak tahu malu. Lebih memalukan lagi, Si pembantu menolak. Bahkan, sampai dikejar-kejar. Buntutnya, mereka kepergok oleh sang suami. memalukan.” Demikian, cemooh orangorang.
Cemoohan-cemoohan itu akhirnya sampai ke telinga Zulaikha. Dipergunjingkan tidaklah enak. Apalagi, aib yang dibicarakan orang. Sungguh malu dan terhina. Cemoohan paling tak mengenakan datang dari istri-istri pejabat. Sebagai istri pejabat, Zulaikha tak punya muka lagi. malu untuk ke luar rumah. Jangankan ber jalan- jalan di tempat umum, Sekadar keluar di depan rumah saja tak berani.
Zulaikha tak tinggal diam. Gosip-gosip miring ini harus diakhiri. Paling tidak, ia harus membalas penghinaan para istri pejabat itu. maka, suatu hari ia mengundang mereka. Jamuan makan pun di-adakan. la ingin membuat surprise.
Pesta pun diadakan di rumah Zulaikha. Para undangan dipersilakan duduk. mereka rata-rata istri pejabat mesir. Kursi-kursi empuk berjejer rapi. Di atas meja, terhidang aneka jenis makanan, termasuk buah-buahan. Lengkap pula dengan pisau. Para undangan dipersilakan menikmati jamuan. masing-masing sudah siap dengan pisau di tangan. Sementara sebelah tangan lainnya memegang buahbuahan. mereka asyik mengupas dan memotong buah-buahan.
Bersamaan dengan itu, Zulaikha menyuruh Yusuf keluar. Yusuf melintas di
hadapan para undangan. Dan apa yang terjadi? mulut mereka ternganga. mata mereka metotot. Sekali pun tak berkedip. Semuc. undangan terpana oleh ketampanan Yusuf. Tanpa disadari pisau yang mereka pegang mengiris-iris tangan.
‘‘Sungguh pemuda yang ganteng. mahasempurna Allah.l ni bukan manusia.lni malaikat mulia,” gumam mereka.
Zulaikha bersorak. Usahanya tak percuma. Rencana berjalan sesuai harapan.
‘‘Nah, itulah Yusuf.lbu-ibu baru tahu sekarang. makanya, pikir dulu kalau mengolok-olok orang. Sekarang rasakan. Baru beberapa menit melihat Yusuf, tangan sendiri sudah diiris-iris. Aku setiap saat bertemu dengan Yusuf.
Para tamu undangan menundukkan kepala. Sementara rasa kagum belum hilang, muncul lagi rasa malu. Tak sepatah kata pun mereka berkomentar. Semua terdiam. ‘‘Hahaha … , ayo, ngomong!Silakan ibu-ibu menghina saya. Saya memang tergila-gila pada pembantu saya. Tapi, ibu-ibu lebih gila lagi. Tidak pernah saya mengiris-iris jari Sendiri. Tapi, lihat jemari ibu-ibu!!”
“Be … be … benar. Nyonya memang benar. Maafkan kami,” kata seorang ibu terbata-bata.
‘‘Yusuf memang tampan. la sangat memesona. Hatiku sungguh tertawan.” lbu-ibu undangan hanya terdiam. “
‘‘Terus terang, aku belum pernah melihat orang setampan Yusuf. Salahkah kalau aku mencintainya?
‘‘Tidaaak … , kata ibu-ibu itu serempak.”
Tanpa malu-malu lagi Zulaikha menceritakan hal yang sehenarnya. Tak ada lagi beban dalam pikirannya. Kini, ia merasa menang.
Sebagian undangan sangat menyayangkan ancaman Zulaikha itu. Sayang kalau Yusuf harus dipenjara. Orang setampan dia tak seharusnya mendapat perlakuan buruk. Lagi pula, Yusuf tidak bersalah.
Seorang ibu muda yang cantik berdiri. Lalu, ia menghampiri Yusuf.
‘‘Yusuf, sudahlah. Kau jangan terusterusan menolak. Zulaikha sangat mencintai kau. Apa salahnya kalau kau membalas cintanya,” katanya memberi nasihat
‘‘Ya, benar. Daripada nanti dipenjara. Turuti saja kemauan Zulaikha. Kau semestinya bangga. Ada istri pejabat menyukaimu. Muda dan cantik lagi,” tambah yang lain.
‘‘ Atau jangan- jangan kau tidak tertarik kepada lawan jenis, ya?” timpal yang lain.
Yusuf hanya diam. Tak sepatah kata pun keluar dari mulutnya. Kata-kata mereka hanya dianggap angin lalu saja. Sama sekali Yusuf tak terpengaruh. la tetap tegar. Pendiriannya tak tergoyahkan. Kendati demikan, Yusuf tetap merasa khawatir. Khawatir kalau satu saat ia terpengaruh. bukan tidak mungkin ia terjerat oleh muslihat Zulaikha. Oleh karena itu, sebaiknya ia menjauh.
Sadar akan hal itu, Yusuf berdoa. la memohon kepada Allah supaya memberinya keteguhan. Tidak teperdaya oleh godaan setan. Bahkan, dipenjara pun tak jadi soal. Yang penting, ia bisa menghindar.
‘‘Ya Allah, penjara lebih hamba sukai ketimbang harus memenuhi keinginan nafsu mereka. Sudilah Engkau melindungi hamba dari pengaruh orang-orang yang ingin menjerumuskan hamba ke jalan yang sesat,” Yusuf bermunajat
Singkat cerita, Yusuf dipenjara. Sebenarnya, Qiftir tahu kalau Yusuf tidak bersalah. Namun, karena desakan istri tercinta, Yusuf pun dijebloskan ke dalam penjara. Qiftir tak kuasa menolak permintaan Zulaikha. Hanya dengan cara itu pula nama baik keluarga Qiftir akan pulih. Orang-orang akan menganggap Yusuf yang bersalah. Tak apalah Yusuf dikorbankan.

Mimpi Dua Pegawai Istana
Lempar batu sembunyi tangan. Begitulah pejabat yang suka sewenang-wenang. Demi menjaga nama baik keluarga, orang lain dikorbankan. Padahal, jelasjelas Zulaikha yang bersalah. Eh, malah Yusuf yang dipenjarakan.
Penjara memang sumpek. Sempit, dingin, gelap, bau lagi. Tapi, semua itu dihadapi Yusuf dengan sabar. Selama di dalam penjara, ia aman dari godaan Zulaikha. Tubuh boleh terkungkung. Tapi, hati dan pikiran bebas. Yusuf bisa lebih leluasa dalam beribadah. Yusuf tidak sendirian. Dua pegawai istana juga ada yang dipenjara. Keduanya ditahan atas tuduhan hendak membunuh raja. Yang seorang ialah penjaga gudang makanan. Dan seorang lagi pelayan dapur istana.
Suatu ketika, dua pegawai ini menghampiri Yusuf. mereka menuturkan mimpinya masing-masing. Berharap Yusuf bisa menjelaskan mimpi mereka.
Orang pertama bermimpi seolah-olah ia berada di kebun anggur. Tangannya memegang gelas yang sering dipakai raja. la mengisi gelas itu dengan perahan anggur.
Sementara yang seorang lagi bermimpi seolah-olah memikul sebuah keranjang di kepalanya. Keranjang yang berisi roti itu dipatuki oleh sekawanan burung. Kesempatan itu tak disia-siakan.
Yusuf mendakwahi kedua pemuda itu. la mengajak mereka beriman kepada Allah.
“ Aku ini rasul Allah. Percayalah, aku bisa menunjukkan buktinya. Aku bisa mengungkapkan makanan kalian hari ini. Apa makanannya dan berapa banyaknya. Pun jenis minuman yang akan diberikan kepada kalian,” ujar Yusuf mencoba meyakinkan.
Kedua pemuda itu mengangguk-angguk. Tampaknya, Yusuf orang yang bisa dipercaya.
“Tak hanya itu,” lanjut Yusuf, “aku juga bisa menakwilkan mimpi. Ya, termasuk mimpi kalian tadi. Semua itu karunia Allah. Aku mengikuti agama Nabi lbrahim, Nabi lsha’q, dan Nabi Ya’qub. Tak seharusnya Allah dipersekutukan. Coba pikir, mana yang paling baik, Tuhan Yang maha Esa atau berhala-berhala yang banyak itu? Hendaklah kalian beribadah kepada Allah Yang maha Esa. ltulah agama yang lurus.”
“Kalau begitu, coba Tuan terangkan mimpi kami tadi. Seseorang menyela pembicaraan Yusuf.”
“Takwil mimpi kalian itu begini. Kamu, pelayan dapur istana, tak lama lagi akan dikeluarkan dari penjara. Kamu akan dipekerjakan kembali.”
“Kalau mimpi saya, bagaimanar si penjaga gudang tak sabar ingin segera mendengar takwil mimpinya.
“Nah, kamu, penjaga gudang, akan dihukum mati. Kamu akan disalib. Kepalamu akan menjadi makanan burungburung. ltulah takwil mimpi kalian.”
Tentu saja, si pelayan senang. Sementara, Si penjaga gudang sedih. Si pelayan berharap mimpinya segera menjadi kenyataan. Sedangkan, Si penjaga gudang berharap mimpinya tidak terwujud. Kepada Si pelayan, Yusuf berkata, “Kawan, apabila kamu telah keluar dari penjara, jangan melupakan aku. Katakan kepada raja bahwa aku dipenjara tanpa suatu kesalahan. Aku difitnah.”
Walhasil, takwil Yusuf benar-benar terbukti. Beberapa hari kemudian, si pelayan dibebaskan. Kini, ia bekerja lagi di istana. Sementara, si penjaga gudang disalib. Kepalanya menjadi santapan burung-burung. Sayangnya, pesan Yusuf tak diindahkan oleh si pelayan. meskipun telah kembali mengabdi kepada raja, si pelayan tidak menceritakan perihal Yusuf. Setan telah membuatnya lupa. Akibatnya, Yusuf menghuni penjara beberapa tahun lamanya.

Menghirup Udara Bebas
Suatu ketika Raja mesir gundah. Pasalnya, ia bermimpi aneh. mimpi ini membuatnya penasaran. Hatinya tak akan tenang kalau belum mengetahui takwil mimpi itu. maka, segera raja mengumpulkan para pembantunya. Tak ketinggalan raja juga mengundang pada penasihat dan orang-orang pintar.
Kemudian, raja mengungkapkan mimpinya. Dalam mimpi itu, raja melihat tujuh ekor sapi betina yang gemukgemuk dan tujuh ekor sa pi betina yang kurus-kurus. Anehnya, sapi- sapi kurus itu memakan sapi-sapi yang gemuk. Raja juga bermimpi melihat tujuh bulir gandum yang hijau-hijau dan tujuh bulir gandum yang kering-kering.
Para penasihat raja bungkam. mereka tak bisa menjelaskan takwil mimpi raja. menurut mereka, mimpi raja ini hanya kembang tidur. Tak punya arti apa-apa. Raja dianjurkan supaya melupakan mimpi itu. Tentu saja, raja sangat kesal. Para pembantunya tak ada yang bisa diandalkan. Penjelasan para pembantunya tak dipercaya begitu saja. malah raja semakin penasaran. Raja yakin kalau mimpinya itu punya arti.
Di balai pertemuan kebetulan Si pelayan sedang bertugas. la sempat mendengar ihwal mimpi tadi. Pikirannya teringat kepada Yusuf. Teman sepenjaranya ini mahir menakwilkan mimpi. Buktinya telah ia alami Sendiri. Si pelayan berdiri. la meminta kesempatan untuk berbicara.
‘‘paduka yang mulia, hamba punya seorang teman.la sangat mahir menakwilkan mimpi. Hamba juga pernah bermimpi. Teman hamba itu lantas menakwil. Dan ternyata takwil yang diberikannya terbukti.”
‘‘Siapa nama teman kamu itu? Di mana dia tinggal?” sergah raja bersemangat”
‘‘Teman hamba itu bernama Yusuf. la berada di dalam penjara.”
‘‘Jadi, dia itu narapidana?”
‘‘maaf, Paduka, sebenarnya Yusuf itu tidak bersalah.”
‘‘T api, kenapa ia dipenjara?”
‘‘Justru itu Paduka. Yusuf kena fitnah.
Sama sekali, ia tak bersalah. Kalau Paduka mau, hamba akan menanyakan takwil mimpi Paduka kepadanya.”
Raja mengizinkan. Si pelayan pun pergi.la mendatangi Yusuf di dalam penjara. Lalu, ia mengungkapkan perihal mimpi raja itu kepada Yusuf.
‘‘Ayolah, bantu raja. Kali saja Tuan akan dikeluarkan dari pernjara.” kat Si pelayan mengakhiri penuturannya.
‘‘Baiklah, akan kujelaskan. Negeri mesir akan mengalami kesuburan selama tujuh tahun. Pada masa ini, tanaman tumbuh subur. Panen akan berlimpah ruah. Lalu, setelah itu akan terjadi kemarau selama tujuh tahun. Sungai Nil akan kering. Sawah dan ladang retak-retak.
Tana man pada mati. Selebihnya, habis digerogoti hama.lni sangat berbahaya bila tidak diatasi. Oleh karena itu, saya menyarankan agar pada tujuh tahun pertama rakyat hidup hemat Bersiap untuk menghadapi tujuh tahun sulit Semua harus mengencangkan ikat pinggang. Jangan boros. Nah, setelah itu, tibalah musim penghujan. Sawah dan ladang kembali gembur. Tanaman tumbuh subur. Rakyat kembali hidup makmur.”
Mendengar takwil tersebut raja tertegun. Takwil Yusuf sangat masuk akal. la sangat percaya. Ternyata, Yusuf memang pintar. Orang seperti inilah yang diperlukan negara. Kemudian, raja menyampaikan t”ah kepada Si pelayan.
“Temui Yusuf di dalam penjara. Suruh dia menghadap. la akan kuangkat sebagai pembantuku.”
Bisa menghirup udara segar tentu menyenangkan. Namun, tawaran raja tidak serta-merta diterimanya. Yusuf merasa perlu merehabilitasi namanya terlebih dulu. Masyarakat harus tahu bahwa ia tidak bersalah.
Permintaan Yusuf dipenuhi. Raja Mesir makin terkesan. Tawaran keluar tidak diterima begitu saja. lni saja sudah menunjukkan kalau Yusuf tak bersalah. Buktinya, Yusuf tidak mau dibebaskan karena pengampunan. Tetapi, ia ingin dibebaskan setelah dinyatakan tak bersalah.
Keinginan Yusuf dipenuhi. Raja memerintahkan agar para wanita yang dulu menghadiri undangan Zulaikha dikumpulkan. Setelah terkumpul, raja menanyai mereka perihal Yusuf.
Para wanita itu mengatakan bahwa Yusuf memang tak bersalah. Yusuf sangat jujur. la dijebloskan ke dalam penjara karena difitnah. Bahkan, Zulaikha sendiri mengaku bahwa sebenarnya dialah yang bersalah, bukan Yusuf. Pengakuan para wantaa itu diumumkan. Tujuannya supaya khalayak tahu kalau Yusuf tak bersalah. Selanjutnya, Yusuf dibebaskan dari segala tuduhan dan dibebaskan.

Mendapat Jabatan
Kesan Yusuf di mata Raja Mesir semakin baik. Raja sangat percaya kepada Yusuf. Tak heran, kalau kemudian raja mengundang Yusuf ke istana. Terlebih lagi setelah berhadapan langsung. Raja begitu hormat kepada Yusuf.
Lebih dari itu. Raja juga sangat kagum. Ternyata, Yusuf cerdas dan berwawasan luas. Tak salah kalau raja punya sebuah rencana. mengangkat Yusuf sebagai orang kepercayaan. Yusuf diberi amanat mengurus rakyat
Tawaran itu tidak ditolak. Akan tetapi, Yusuf punya satu syarat la minta diserahi tugas untuk mengurus masalah keuangan dan logistik. Menurut yusuf, kedua bidang ini merupakan kunci kesejahteraan rakyat Kalau rakyat sejahtera, negara sudah pasti stabil.
Syarat itu diterima. Raja tak menolak. Tak lama berselang Yusuf pun dilantik. Kini, Yusuf telah resmi menjadi pejabat keuangan dan logistik. Bahkan, tidak hanya itu, Yusuf juga diangkat sebagai wakil raja. Di hadapan hadirin, raja memasangkan cincin ke jari Yusuf. Cincin ini merupakan simbol kekuasaan yang dimiliki pemakainya.
Tujuh tahun pertama pemerintahan Yusuf, rakyat Mesir hidup makmur. Rakyat merasa aman dan tenteram. Kesejahteraan benar-benar terjamin. Segala kebutuhan hidup terpenuhi. Namun, rakyat harus bersiap-siap. Tujuh tahun kedua negeri Mesir akan mengalami musim paceklik. Jauh- jauh hari, Yusuf sudah mempersiapkan segala sesuatu untuk menghadapi tahun-tahun sulit itu. Gudang-gudang penyim-panan makanan dibangun.
Yusuf juga mengampanyekan pola hidup sederhana. Hidup hemat digalakkan. Aparat tidak boleh boros. Rakyat harus mengencangkan ikat pinggang. Semua harus bekerja keras.
Saatnya musim kemarau pun tiba. Kekeringan di mana -mana. Debit Sungai Nil menurun tajam. Sawah dan ladang kekurangan air. Banyak tanaman yang mati meranggas. Gagal panen terjadi di mana-mana. Kendati demikian, rakyat Mesir tidak kelaparan. Penghematan yang selama ini dilakukan terasa manfaatnya. Persediaan makanan cukup untuk menghadapi musim paceklik. Gudang-gudang makan-an kini mulai dimanfaatkan. Yusuf membagi-bagikan bahan makanan kepada orang-orang yang membutuhkan. Usaha Yusuf sungguh tidak sia-sia.

Berkumpul Kembali
Saat peceklik semakin sulit Orang-orang berdatangan. Kota Mesir ramai dikunjungi. Termasuk pula orang-orang dari luar Mesir. Rata-rata mereka mencari bahan makanan. Berduyun-duyun orang menemui Yusuf.mereka berharap memperoleh bantuan. Atau paling tidak, bisa menukar gandum dengan barang yang mereka punyai. Akibatnya, di gudang-gudang berjubel- jubel orang. Semua rela mengantre demi mendapatkan makanan.
Musim paceklik juga terjadi di Palestina. Keluarga Ya’qub juga mengalami hal yang sama. Mereka kesulitan mendapat bahan makanan. Maka, suatu hari, Ya’qub menyuruh anak-anaknya pergi ke Mesir. Mereka harus pergi ke sana. Sebab persediaan makanan sudah kian menipis. Maka,berkemaslah saudara-saudara Yusuf. Pagi-pagi sekali, mereka berangkat. Mereka meninggalkan Palestina. Pergi ke Mesir untuk mencari ba-han makanan.
Tiba di Mesir mereka langsung mengantri. Dari kejauhan, Yusuf sudah mengenali. Yusuf tak mungkin melupakan saudara-.saudaranya ini. Berbagai pengalaman pahit teringat kembali. Bagaimana ia diseret dan dimasukkan ke sumur. Di Pihak lain, anak-anak Ya’qub ini tak mengenali Yusuf. Perkiraan mereka, Yusuf sudah mati. Tak terlintas dalam benak mereka kalau Yusuf masih hidup. Apalagi, menjadi seorang pejabat penting di Mesir. Antrean semakin berkurang. Anak-anak Ya’qub semakin dekat. Sampai tibalah giliran mereka mendapatkan jatah makanan.
“Yang Mulia, kami dari Palestina.
Jauh- jauh datang kemari untuk menukar makanan.
“Jumlah kalian banyak sekali. Berapa orang semuanya?”
“Kami ini keluarga besar. Semuanya ber jumlah dua belas orang. Dua orang tidak ikut Si bungsu menjaga ayah. Maklum, ayah kami sudah tua. Matanya sudah tak bisa melihat
“Lalu, yang seorang lagi mana?” sela tanya Yusuf.
“Yang seorang lagi tidak ada. Sudah lama kabur meninggalkan rumah. hingga kini tak diketahui rimbanya. Menghilang bagai ditelan bumi. Kami tak mengetahui kabar beritanya. Barangkali ia sudah mati.”
“O, begitu, ya.”
“Sudilah yang mulia membantu kami. Kami sangat membutuhkan bahan makanan. lzinkan kami menukar gandum. Tapi, kami mohon maaf. Kami hanya membawa barang-barang yang tak berharga ini.”
“ Siapa orangtua kalian?”
“Kami ini anak seorang nabi. Ayah kami bernama Ya’qub.”
“Heeem…, benarkah? Aku belum yakin. Jangan- jangan kalian ini mata-mata. Kahan dikirim musuh untuk mengacaukan negeri mesir.”
“Tidak, kami tidak bohong, Yangmulia
“Ya, mungkin saja. Tapi, kami perlu bukti atau saksi. Apa benar kalian ini anak-anak Nabi Ya’qub.”
“Yang Mulia, kami bukan orang sini. Kami tak kenal siapa – siapa. Mana mungkin kami bisa menunjukkan bukti atau saksi. Kasihani kami, Yang Mulia.”
‘‘Baiklah, kali ini aku percaya. Silakan kalian membeli gandum. Kalian boleh menukar gandum sesuai dengan kebutuhan kalian.”
‘‘Beribu terima kasih kami ucapkan, Yang mulia.”
‘‘Eiiit.., tunggu dulu. Ada .syaratnya.” ‘‘Apa syaratnya, Yang mulia?”
Jika ke sini lagi, kalian harus membawa saudara kalian yang bungsu. Jika tidak, kalian tidak akan mendapatkan bahan makanan lagi.”
‘‘Yang mulia, rasanya syarat itu terlalu sulit”
‘‘Terserah! Syarat itu harus dipenuhi. Bawa saudara bungsu kalian! Titik!”
‘‘Yang mulia, masalahnya ayah kami tak akan mengizinkan. Si bungsu itu anak kesayangan ayah. Tapi, kami akan berusaha. Kami akan membujuk ayah.”
‘‘Nah, begitu, dong.”
Sebenarnya Yusuf tak bermaksud mempersulit saudara-saudaranya. Sedikit pun Yusuf tidak mendendam kepada mereka. Hanya saja ia ingin mengetahui keadaan ayah dan adiknya. Lebih dari itu, Yusuf punya suatu rencana. Para pembantu Yusuf mulai bekerja. mereka mengisi karung-karung anak-anak Ya’qub. Gandum dan bahan makanan lainnya dimasukkan. Sedangkan, barang-barang yang mereka bawa dikembalikan. Barang-barang itu dimasukkan kembali ke dalam karung. Hal ini dilakukan tanpa sepengetahuan mereka.
Singkat cerita, anak-anak Ya‘qub.sudah pulang. mereka sangat bergembira. Punya cukup makanan. Lelah pun tak dirasa. Buru-buru, mereka menemui .sang ayah. Serta-merta mereka pun bercerita. Mereka menceritakan pengalaman yang terjadi di mesir. Bagaimana mereka diterima dengan baik. Sekarang, mereka punya cukup persediaan makanan. Bahkan, cukup untuk beberapa minggu ke depan.
Sesaat mereka terdiam, Agak berat menyampaikan persoalan yang satu ini. mereka diharuskan membawa si bungsu, Bunyamin. Lidah terasa kelu. Sebab mereka sudah bi.a menebak. Pasti Yaqub tidak akan mengizinkan.
‘‘Begini, Ayah. Kami harus membawa Bunyamin ke mesir.”
‘‘Untuk apa! “Ini syarat Jika tidak, kita tak akan mendapat bahan makanan lagi.”
‘‘Kami mohon, Ayah. lzinkan kami membawa Bunyamin,” tambah yang lain. “Tidak. Aku tak akan mengizinkan. Kalian tak boleh membawa Bunyamin. Kalian masih ingat Yusuf? Aku idak ingin kehilangan anak unuk kedua kalinya..”
‘‘Nggak, Ayah. Kali ini, kami idak akan kecolongan. Kami bersumpah akan menjaga Bunyamin.”
‘‘Lihat, Ayah!” Seorang anak Yaqub berlari-lari kecil. ‘‘Barang-barang kita dikembalikan. Kami tidak berbohong. Pejabat mesir itu sangat baik hati. Kita mendapat bahan makanan itu secara cuma-cuma.”
Ya’qub hanya diam. tak sepatah kata pun berujar. Hatinya tetap gundah. Semenara iu anak-anaknya bersukacita. Hari terus bergulir. Seiring dengan itu persediaan makanan mulai menipis. mungkin, hanya cukup unuk beberapa hari saja. Sementara, musim kemarau belum menunjukkan anda-anda akan berakhir. Lumbung makanan harus segera diisi lagi.
Keadaan ini juga disadari Yaqub. maka, ia pun kembali berembuk dengan anak-anaknya. Rembukan menghasilkan satu keputusan. mereka harus kembali lagi ke mesir. Kali ini, Yaqub tak bisa mengelak. Bunyamin juga harus berangkat Itu sudah merupakan syarat. tanpa Bunyamin, mereka tak akan mendapat bahan makanan. maka, dengan berhati -hatiapun melepas kepegian Bunyamin. Rombongan berangkat. Kali ini, mereka berjumlah sebelas orang. Doa Yaqub mengiringi kepergian mereka. Tiba di perbatasan, mereka berpencar. Sesuai pesan Yaqub, mereka tidak masuk dari satu pintu.
Rombongan kemudian tiba di istana secara bersamaan. Yusuf sendiri yang menyambut kedatangan mereka. Rombongan dijamu sedemikian rupa. Seakan mereka adalah para tamu agung. Sampai- sampai mereka pun disediakan penginapan yang sanga bagus. Hanya saja Si bungsu Bunyamin tidak tinggal bersama mereka. Bunyamin tinggal di tisana bersama Yusuf. Hal ini tentu saja membuat mereka waswas. takut terjadi apa-apa dengan Bunyamin.
Bunyamin tampak sedih. Kok, harus tinggal di istana. Padahal, ia itdak kenal dengan si empunya istana.
‘‘ Andai saja Kak Yusuf masih hidup, Tentu aku akan tinggal bersamanya.”mendengar itu Yusuf tersenyum. “Bagaimana kalau kakakmu itu benar-benar masih hidup? Atau begini saja. Bagaimana kalau aku ini kakakmu?”Kak Yusuf Tak mungkin Tergantikan. Kak Yusuf sangat baik. Lagi pula, tuan bukan anak kandung Bapak Ya’qub dan lbu Rahel.”
Yusuf tak menjawab. la hanya mendekati Bunyamin. Dipeluknya sang adik. Perasaan kangen begitu menggunung. Hatinya sangat senang. Kini, ia bisa bersama dengan adik kesayangannya.
“Dik, aku ini Yusuf,” bisiknya kepada Bunyamin.
Bunyamin terperangah. Tak percaya dengan semua yang baru saja didengarnya. Perlahan, ia melepaskan pelukan Yusuf. matanya menatap penuh selidik.
“Be … be … benarkah, Tuan ini Yusuf?” tanya Bunyamin sambil mengernyitkan kening.
Yusuf kemudian bercerita panjang lebar. Dari mulai dijerumuskan ke dalam sumur oleh kakak-kakaknya sampai menjadi wakil Raja mesir. Di akhir penuturannya, Yusuf meminta agar Bunyamin tidak menceritakan hal ini kepada saudara-saudaranya. Tunggu saat yang tepat Toh, akhirnya mereka juga akan tahu siapa ia sebenarnya.
Bunyamin sangat terharu. Tak terasa air matanya menitik. Begitu berat penderitaan yang dialami kakaknya. Tapi, syukurlah semua sudah berakhir. Kini, kakaknya sudah hidup bahagia. la pun turut bahagia.
“Kak, ayah pasti senang. Ayah pasti Bahagia.”
“O, iya, sampai lupa. Bagaimana kabar ayah?”
“Sejak Kak Yusuf tidak ada, ayah selalu murung. Ayah sering menyebut-nyebut nama Kakak. Ayah sering menangis. Akibatnya, mata ayah menjadi putih. mata ayah tak bisa melihat”

Mengatur Rencana
Saudara-saudara Yusuf tinggal di mesir selama tiga hari. Saatnya mereka harus pulang. Hati mereka sangat senang. Tidak Sia-Sia menempuh perjalanan jauh. Karung-karung sudah penuh dengan bahan makanan. mereka bersiap-siap. Usai berkemas, mereka menghadap Yusuf. Setelah berpamitan mereka pun minta diri.
Rombongan berjalan. mereka meninggalkan istana. Tapi, baru saja hendak melintasi pintu gerbang mereka dikejutkan oleh teriakan seseorang. Tiba-tiba, bermunculan pengawal istana. mereka memacu kuda mengejar rombongan.
“Berhenti!” teriak salah seorang penunggang kuda.
Rombongan panik. mereka berhenti dengan perasaan was was. Takut sesuatu yang tidak diharapkan menimpa mereka.
“maaf, Tuan, ada apa gerangan! tanya salah seorang mereka.
“Kalian harus digeledah!” bentak si penunggang kuda .
“ Memang kenapa? Apa salah kami?” “Raja kehilangan piala emas. Kami mencurigai kalian.”
“Demi Allah, kami bukan pencuri. Kami ini orang baik-baik.”
“Tidak, sebelum dibuktikan. Ayo, kawan-kawan geledah barang-barang mereka!”
“Kami tak keberatan. Silakan Tuan-T uan menggeledah barang-barang kami.”
“Bagaimana kalau ternyata seseorang dari kalian terbukti mencuri!
“ Jika memang demikian, kami siap menerima sanksi sesuai hukum yang berlaku.”
Penggeledahan dimulai. Karungkarung diperiksa satu persatu. Selang beberapa saat, seorang pengawal berteriak.
“Hai, ini pialanya!” si pengawal mengacungkan piala tersebut
Rombongan terkejut Wajah mereka tampak pucat masa iya salah seorang dari mereka mencuri. Kaget mereka tak percaya. Lebih dari itu, mereka membayangkan apa yang akan terjadi. Hukuman berat sudah menanti
Setelah diteliti, ternyata piala itu ditemukan di dalam karung Bunyamin. Des … , jantung mereka berdegup kencang.
“Ini karung siapa tanya kepala pasukan. “
“ltu karung Bunyamin, Tuan.” Anak-anak Ya’qub bertanya-tanya. masa Bunyamin mencuri. Tapi, mereka tak bisa mungkir. Bukti sudah di depan mata. Tak terbantahkan lagi.
Bunyamin ditahan. Tak boleh pulang. Segera ia pun dibawa ke istana. Rombongan hanya bisa melongo. Se telah Bunyamin hilang dari pandangan, mereka pun ribut mereka teringat akan sumpah mereka kepada Yaqub. Terbayang bagaimana ayah mereka melepaskan Bunyamin dengan berat hati. Kini, Bunyamin ditahan. Pasti ayah mereka akan sangat murka.
Bagaimana mereka menghadapi sang ayah? Padahal, mereka telah bersumpah untuk menjaga Bunyamin. Bingung. Tak tahu apa yang harus dilakukan. Mereka kemudian berembuk. Diputuskanlah untuk kembali lagi ke istana. Ba rangkali mereka bisa memohon pengampunan. Atau mengambil salah seorang dari mereka sebagai pengganti Bunyamin.
‘‘Yang mulia, kami mengaku bersalah .
Adik kami terbukti mencuri. Tapi, kami mohon Yang miulia mengerti. Sudilah Yang miulia melepaskan Bunyamin. Yang mulia boleh menahan salah .seorang dari kami sebagai gantinya.”
‘‘memang kenapa? Bukankah Bunyamin yang bersalah!
‘‘Begini, Baginda, kami ini punya ayah yang sudah uzur. matanya buta dan sering sakit-.sakitan. Bunyamin ini anak kesayangannya. Kalau kami pulang tanpa Bunyamin, ayah akan sangat bersedih.”
“Dulu ayah kehilangan anak yang paling dicintainya. Namanya Yusuf. Kalau seka rang harus berpisah dengan Bunyamin, ayah akan shock. Dan bukan tidak mungkin ayah akan meninggal,” tambah yang lain.
“Sebenarnya ayah tak mengizinkan kami membawa Bunyamin. Tapi, ayah tak punya pilihan. Ayah melepaskan Bunyamin demi mendapatkan bahan makanan,” lanjut yang lain.
‘‘Lagi pula, kami .sudah berjanji untuk menjaga Bunyamin,” yang lain ikut nimbrung .
‘‘Yang bersalah yang dihukum. Tidak bisa digantikan yang lain. Bunyamin sudah terbukti bersalah. la sendiri yang menanggung akibatnya,” Yusuf menolak. Keputusan ini sejalan dengan syariat Nabi Ya’qub sendiri. Bahwa hukuman bagi pencuri ialah dijadikan budak selama setahun.
Permohonan tegas-tegas ditolak. Tak ada lagi harapan. Bunyamin pa.ti ditahan. Saudara tertua, Yahudza, sangat gelisah. Bisa dibayangkan betapa Yaqub akan sangat marah.
“Aku tidak akan pulang. Aku malu sama ayah. Dulu, kita sudah mencelakai Yusuf. Ayah bersedih karenanya. Se-karang, ayah harus kehilangan Bunyamin. Ayah akan sangat berduka. lni semua .alah kita.”
Keadaan hening. Semua terdiam. Bingung.
‘‘Kita sudah berjanji untuk menjaga Bunyamin,” lanjut Yahudza. ‘‘Janji adalah utang. Pulanglah kalian. Biar aku tinggal di sini saja. Aku tidak akan pulang .sebelum ayah memaafkan.”
Rombongan melanjutkan perjalanan. Kini, mereka tinggal sembilan orang. Bunyamin ditahan, sedangkan Yahudza tak mau pulang. Semakin mendekati rumah, semakin cemas hati mereka. Tak tahu apa yang harus dikatakan kepada sang ayah. Sungguh bingung. Tapi, akhirnya seseorang memberanikan diri. Semua kejadian diceritakannya dengan jelas.
“Duhai alangkah sedih hatiku. Dukaku kian bertambah. Dulu, kehilangan Yusuf. Sekarang Bunyamin,: kata Ya’qub sambil menahan kesal. Ya’qub kemudian memalingkan muka dari anak-anaknya.
“Kalian telah berjanji,” lanjut Ya’qub. “mana janji kalian? Kalian ingkar janji. Kalian telah teperdaya oleh bujuk rayu set an. Aku hanya bisa bersabar. ltu yang terbaik. mudah-mudahan Allah mengembalikan Yusuf dan Bunyamin.”
“Sampai sekarang, Ayah masih mengingat Yusuf. Sudahlah Ayah. Nanti, sakit Ayah bertambah parah.”
“Hanya kepada Allah aku mengadu. Aku tahu apa yang tak kalian tahu. Allah yang memberi tahu.”
Di tempat lain, Yusuf sedang mengobrol dengan sang adik. Yusuf menceritakan rencananya kepada Bunyamin. Semua ini merupakan rencananya supaya Bunyamin bisa tinggal ber.samanya.
“Tapi, bagaimana dengan ayah? Ayah akan sangat terpukul,” Bunyamin mengemukakan keberatan.
“Tidak apa-apa.lni hanya sementara. Nanti, kita Semua akan berkumpul di sini,” Yusuf menghibur.

Mimpi yang Menjadi Kenyataan
Benarlah kesedihan Yaqub semakin bertambah. Kini, ia kehilangan tiga orang putra Hanya doa dan shalat yang membuatnya terhibur. Keadaan Ya’qub semakin lemah. Tubuhnya sering sakit-sakitan. Ya’qub terlihat sangat kurus. Tangisnya nyaris tiada henti
“Sudahlah, Ayah. Sampai kapan Ayah terus-terusan begini. Kesehatan Ayah semakin memburuk. Kami sangat khawatir dengan keadaan Ayah.”
“Nasihat kalian hanya memperburuk keadaan. Hati Ayah semakin sedih. Dulu Yusuf, terus Bunyamin. Ditambah lagi Yahudza. Ayah kehilangan tiga anak.”
“Tapi, kan, masih ada kami, Ayah.” “Ayah yakin, Yusuf masih hidup. Tapi, entah di mana. Apa yang terjadi dengannya. Hanya Allah yang tahu.”
“Yusuf lagi, Yusuf lagi. Sampai kapan Ayah ingat kepada Yusuf.”
Sudahlah. Jika kalian sayang kepada Ayah, pergilah. Cari Yusuf sampai ketemu. Atau paling tidak, kalian mendengar kabar tentang Yusuf. Kalian harus berusaha dan terus berusaha. Jangan berputus asa. Anak-anak Yaqub berkumpul. Bagaimanapun mereka sangat mencintai sang ayah. Keinginannya harus diperhatikan. mungkin, Yusuf sudah tiada. Tapi, paling tidak mereka bisa membawa Bunyamin dan Yahudza kembali. lni saja sudah cukup membuat Ya’qub terhibur.
Berangkatlah anak-anak Ya’qub. mereka kembali menuju mesir. Siapa tahu mereka bisa menemukan Yusuf di sana. Sekalian membeli bahan makanan lagi. Dan kalau mungkin membawa pulang Bunyamin dan Yahudza. Sesampainya di mesir, mereka segera menghadap Yusuf.
“Yang mulia, musim paceklik belum berakhir. Entah sampai kapan. Di negeri kami bahan makanan susah didapat terpaksa kami datang lagi ke sini.”
“Benar, Yang mulia. Selain itu, kami juga memohon sekali lagi. Sudilah Yang mulia membebaskan adik kami, Bunyamin. Ayah kami sangat menderita. Kesehatannya kian memburuk, tambah Yang lain.”
mereka memelas. Kata-kata mereka sangat menyentuh. Yusuf pun terharu. Inilah saatnya. Aku akan membuka semua rahasia ini, pikir Yusuf.
“Kalian masih ingat Yusuf? Bagaimana kalian menyeret Yusuf. Tangisannya tak kalian hiraukan. Lalu, kalian mencampakkan Yusuf ke dalam sumur tua. Bajunya dirobek. Lalu, dilumuri darah kambing. masih ingat?”
Saudara-saudara Yusuf terperangah. Bermacam dugaan berkecamuk dalam benak mereka. Jangan-jangan orang ini benar-benar Yusuf. Ah, tidak, tidak mungkin. Yusuf pasti sudah mati. Lalu, dari mana orang ini tahu. Padahal, tak seorang pun diberi tahu. Termasuk Bunyamin. Kejadian itu sangat dirahasiakan. Tak mungkin bocor. Tapi, bagaimana kalau orang ini ternyata benar-benar Yusuf?
Satu sama lain saling pandang. Seakan tak percaya dengan semua yang baru mereka dengar. mata mereka memandangi Yusuf penuh selidik. Dari ujung rambut sampai ujung kaki mereka lihat mereka mencari-cari ciri yang mereka tahu ada pada Yusuf.
Sejurus kemudian serempak mereka berkata. “Aaa … apakah Tuan ini yusuf?”
“Benar, aku adalah Yusuf. Dan ini adik kandungku, Bunyamin. Allah telah mengujiku melalui tangan-tangan jahat kalian. Namun, Allah melimpahkan rahmat-Nya kepadaku. ltulah ganjaran bagi orang yang sabar.”
Sontak wajah mereka berubah pucat. malu bercampur takut. Bagaimana kalau Yusuf membalas dendam. Habislah mereka semua. Kini Yusuf sangat berkuasa.la bisa berbuat apa saja terhadap mereka.
“Ka … kami mohon maaf, Yang mulia. Dulu, kami telah berbuat jahat kepada Yang mulia. Kami termakan godaan setan. Kami khilaf. Kami sadar, ternyata orang hasud tak pernah unggul’’ mereka sangat ketakutan.
“Yang penting, kalian telah sadar. Jadikan semua itu pelajar an. Jangan sampai terulang. Aku tidak akan membalas dendam. meskipun aku mampu melakukannya. Bagaimanapun kalian adalah saudarasaudaraku. Yang lalu biarlah berlalu. mudah-mudahan Allah memaafkan kesalahan kalian.”
“Beribu terima kasih, Yang mulia.
“Sudahlah tidak perlusungkan. Aku tetap Yusuf yang dulu. Sekarang, pulanglah. Bawalah gamisku ini. Usapkan ke wajah ayah. lnsya Allah ayah akan sehat kembali. Setelah itu, bawalah ayah kemari. Jangan lupa, bawa juga keluarga kalia.”
Tanpa ditunda-tunda lagi, saudara-saudara Yusuf segera berkemas. Begitu beres mereka langsung berangkat Aneka macam pikiran berkecamuk dalam benak mereka. malu, haru, takut, senang, semua jadi satu.
Perjalanan terasa begitu lama. Jarak mesir ke Palestina seakan menjadi lebih jauh. Tubuh masih di dalam perjalanan. Tapi, hati dan pikiran mereka seakan sudah sampai di rumah.
Ada banyak hal yang ingin mereka ceritakan. Cerita yang membawa harapan. Harapan agar ayah mereka sembuh begitu mendengarnya. Sebab masalah inilah yang selama ini mengganggu pikiran ayah mereka.
Belum juga mereka sampai di tempat, Yatgub sudah mendapat firasat la merasa akan segera bertemu dengan Yusuf. Wajah sedihnya kini memancarkan keceriaan. Tumbuh harapan baru. Harapan yang sangat didambakan sebentar lagi menjadi kenyataan.
Dari mihrab, terlihat Ya’qub berlari kecil. Roman kebahagiaan tampak jelas di wajahnya. Aku mencium wangi Yusuf. Tak lama lagi, aku akan bertemu dengan anakku. Aku sangat yakin. lni bukan khayalan, bukan pula karena aku sudah pikun, gumam Ya’qub. Tak lama berselang, rombongan tiba.
Di depan pintu, langkah mereka terhenti. Dan kriiik pintu rumah dibuka. Ya’qub muncul tepat di depan mereka. Spontan mereka menghambur. Ya’qub dipeluk beramai-ramai.
Gamis Yusuf diusapkan ke wajah sang ayah. Dan…,seketika mata Ya’qub terbuka. la bisa melihat seperti sediakala. Tanpa berkedip mata Ya’qub memandangi anak-anaknya satu persatu. Pandangan kebahagiaan dihiasi senyuman.
Dengan tenang, Ya’qub mendengarkan penuturan anak-anaknya. mereka begitu bersemangat bercerita. Bahkan, seakan tak sabar, mereka saling timpal. Suasana menjadi ramai. Tak lupa juga mereka menyampaikan undangan Yusuf.
“Ayah dimohon datang ke istana. salah seorang anak Ya’qub mengakhiri ceritanya.
“Secepatnya, Ayah,” timpal yang lain.
‘‘Kita sekeluarga akan Pindah ke istana,” seru yang lainnya dengan nada senang.
Ya’qub dan anak-anaknya segera bersiap-siap. mereka sekeluarga akan berangkat ke mesir ….
Singkat cerita, rombongan tiba. Dari dalam istana, Yusuf keluar seraya menghambur ke arah sang ayah. Yusuf memeluk ayahnya dengan penuh haru. Air ma a deras mengucur. Air mata kebahagiaan. Berpuluh tahun tak bertemu .. Kini, saatnya menumpahkan.
Setelah itu, semua bersujud. Segala ungkapan syukur dipanjatkan ke hadirat Allah. Kemudian, Yusuf menaikkan sang- ayah dan ibu tirinya ke atas singgasana.
‘‘O, Ayah, inilah takwil mimpi Ananda.
Kini, menjadi kenyataan. Sebelas bintang, matahari, dan bulan. Semua bersujud. Ananda sangat bersyukur. Karunia dan rahmat Allah begitu besar.”

—oOo—

Nabi Ayyub

(Tabah Menghadapi Musibah)

Ayyub adalah cicit Nabi lbrahim. la adalah anak dari lsh bin lshag. Sedangkan, ibunya adalah putri Nabi Luth. Ayyub tumbuh di Syria. Keluarganya kaya raya. Seluruh kekayaan keluarganya ia warisi. Setelah dewasa, ia menikah dengan cucu Nabi Yusuf, yaitu Rahmah.
Ayyub seorang dermawan. masyarakat Hauran dan Tih sangat mengharmatinya. Hal ini tentu saja membuat iblis tidak senang. Ketaatan dan kedermawanan Ayyub membuatnya geram. Dengan segala cara, iblis berusaha memperdaya Ayyub.

Hartawan Dermawan
Suatu ketika, beberapa malaikat berkumpul. mereka asyik membahas ihwal manusia. Beragam sifat dibicarakan. Ada manusia yang mukmin dan ada yang kafir; ada yang taat dan ada yang maksiat; ada yang bahagia dan ada yang celaka; ada yang kaya dan ada yang papa; ada yang dermawan dan ada yang kikir. Manusia memang memiliki beragam sifat Perilaku mereka juga berbedabeda. Pembicaraan semakin hangat Terutama saat menyinggung tentang Siapa manusia yang paling dermawan.
‘‘Hemat saya, manusia yang paling dermawan ialah Ayyub. Akhlaknya benar-benar mulia. Semua arang pasti suka. Selain mukmin, ia juga sangat murah hati,’ ungkap seorang malaikat
‘‘Benar. Lihat saja, Ayyub selalu menyisihkan hartanya. Banyak orangorang miskin yang dibantu,’’ tambah yang lain
‘‘memang ia pandai bersyukur,’’ujar malaika t yang lain.
‘‘Ia senantiasa berbagi dengan orang lain,’’ ungkap yang lain.
‘‘Tidak serakah, lagi,’ sambung malaikat yang ada di sebelahnya.
“Pokoknya, Ayyub itu orang yang paling baik di muka bumi. Tiada hari tanpa ibadah. Dahinya banyak bersujud. Amalnya sangat banyak” seorang malaikat mencoba menyimpulkan.
tnalaikat-malaikat lainnya hanya mendengarkan. Tak satu pun yang mencela Ayyub. tnereka mengakui semua itu. Beberapa malaikat lainnya bahkan ikut menambahkan kebaikan Ayyub.
lblis yang kebetulan lewat berhenti.
Dia menguping perbincangan para malaikat itu. DUjian dan sanjungan kepada Ayyub membuatnya jengah. Hatinya sangat kesal.
“Tidak, ini tidak boleh berlanjut. Aku harus menghentikannya. Akan kuperdaya si Ayyub,” gumam iblis.
lblis segera berlalu. Hatinya diliputi perasaan marah, benci, kesal, dan jengkel. Semua berbaur dalam diri iblis. pendek kata, iblis merasa geram. Tidak senang melihat kesalehan Ayyub.
Sebuah tekad telah tertanam kuat dalam diri ibliS. Ayyub harus diperdaya. Tak seorang pun keturunan Adam boleh masuk surga. Kalau bisa, Semua harus masuk neraka. Janji untuk memenuhi neraka dengan anak-cucu Adam harus menjadi kenyataan.
Gara-gara Adam aku diusir dari surga. Bahkan, kelak aku akan menjadi penghuni neraka abadi. Neraka harus kupenuhi dengan anak-cucu Adam. Biar di neraka aku banyak teman, kata iblis sambil mengepalkan tangan. Giginya gemeretak. Nada bicaranya menunjukkan kegeraman yang hebat.

Muslihat Iblis
Tekad sudah bulat. Rencana sudah dibuat. lbliS bermaksud menjalankan muslihat. Rencana jahat yang penuh dengan Siasat. Satu hal yang ingin dia lihat. Sejauh mana kebenaran omongan para malaikat.
Kemudian, iblis menyambangi Ayyub. Sejenak, ia tertegun. Ternyata benar. Apa yang dibicarakan para malaikat itu bukan sekadar isapan jempol. Mereka benar. Ayyub memang layak mendapat acungan jempol. Hebat.
Ayyub seorang hartawan. Kekayaannya berlimpah. Apa saja ada. Mau ini dan itu tidak sulit. Orang yang melihat pasti mengucap wah. Ayyub juga memiliki keluarga besar. tnereka hidup rukun.
Namun, Semua itu tak membuat Ayyub lalai. Kekayaan tak menjadikannya sombong. Kenikmatan duniawi tak membuatya lupa diri. Harta justru menjadi sarana untuk berbakti. Dengan kata lain, Ayyub tak pernah lupa bersyukur.
Rasa syukur Ayyub diwujudkan dalam ketaatan.lmannya teguh. lbadahnya rajin. Siang dan malam tak pernah lengah beribadah. Shalat dan zikir tak pernah terlewatkan. Ayyub banyak menghabiskan waktunya di dalam mihrab.
Akhlak mulia menghiasi tindak tanduk Ayyub sehari-hari. Ayyub disukai banyak orang. Banyak harta, banyak pula beramal. Ayyub sangat dermawan. Sama sekali jauh dari sifat kikir. Tangannya senantiasa terbuka. memberi makan yang lapar. menolong yang susah. membantu yang lemah.
Tak ada peluang untuk memperdaya Ayyub. Ayyub tak bisa dibujuk. Hatinya penuh dengan cahaya iman. Tak ada celah untuk menyusupkan bisikan jahat perbuatannya tak perna menyimpang. Bujukan dan rayuan iblis tak pernah mempan.
Dengan kata lain, sulit menemukan cara untuk untuk menyesatkan Ayyub. Cintanya kepada Allah sedemikian kuat Tak tergoyahkan seperti benteng yang kokoh. Sikapnya begitu teguh. Walhasil, rencana iblis tak pernah berhasil. Upayanya selalu menemui jalan buntu muslihat apa pun tak pernah manjur Ayyub tak bisa ditaklukkan.

Kehilangan Semua Harta
Aksi mulai dijalankan mula-mula, rumah Ayyub terbakar Seisi rumah ludes dilalap si jago merah hewan-hewan ternak yang dimilikinya terserang penyakit Setiap hari ada saja sejumlah kambing yang mati Sampai akhirnya, tak bersisa seekor pun. Disusul kemudian dengan kemarau berkepanjangan Ladang-ladang kekeringan Kebun-kebun tak terairi Semua tanaman layu, meranggas, dan mati
Ayyub jatuh miskin Kekayaannya ludes Ayyub tak puny a apa-apa lagi
Tak sampai di situ, dua orang istri Ayyub meminta cerai mereka tak sanggup menahan derita kemiskinan maklum, sudah terbiasa hidup bergelimang dengan kesenangan Ayub tak menolak mereka pun diceraikannya. Kendati demikian, masih ada istri Ayyub yang setia Rahmah, namanya Bahkan, ia bersumpah setia untuk menemani Ayub sampai akhir hayat Ketika diusir masyarakat setempat, Rahmahlah yang menggendong Ayyub mereka pergi meninggalkan kampung
Rahmah memang setia Tidak dalam suka, tapi juga dalam duka Dengan penuh kasih sayang, Rahmah melayani Ayyub. Semua kebutuhan Ayyub dicukupkannya Sampai- sampai, ia rela menjual gelung rambut untuk keperluan makan Padahal, ketika itu menjual gelung rambut dipandang sebagai perbuatan hina .
Derita boleh menerpa, tapi iman harus tetap tegar harta boleh habis, tapi iman tak boleh surut Keluarga boleh binasa, tapi takwa tak boleh pudar Demikian, keteguhan Ayyub meskipun didera ber-macam derita, Ayyub tetap sabar Tak ada keluh-kesah lbadahnya tidak pernah surut Akhlaknya tidak pernah luntur
Dalam keadaan demikian, iblis datang lblis yang menyamar sebagai seorang syaikh menghampiri Ayyub
“Anda sedang sial malang tak putus merundung Cobaan datang silih berganti Dalam tempo singkat, segala yang Anda punya ludes harta Anda telah lenyap Anda tak memiliki kebanggaan lagi Sahabat-sahabat menjauh Banyak yang bertanya-tanya, apa yang menyebabkan Ayyub jadi begini? hanya dalam sekejap segalanya berubah Dari kaya menjadi miskin.”
Sesaat, syaikh itu berhenti Napasnya ditarik dalam-dalam Pandangannya tertuju ke wajah Ayyub Tampak tenang. Wajah Ayyub tak berubah. Tak ada roman kesedihan, apalagi keputusan.
“Ada yang mengatakan,” lanjut iblis, “Anda tidak ikhlas dalam beribadah. ltu sebabnya, Allah mencabut semua kekayaan Anda. Yang lain mengatakan, kalau benar Allah berkuasa, tentu Dia dapat menyelamatkan Ayyub. Tapi, sampai saat ini Anda masih menderita. Berarti Allah itu tidak ada. Ada juga yang menggunjing, ibadah Ayyub tidak diterima lantaran ria. Ayyub ingin mendapat pujian. Ayyub ingin dikatakan tukang ibadah. Terus terang, saya sangat prihatin. Saya benar-benar kasihan kepada Anda.”
Ayyub tak bergeming. Mukanya tak berubah. Wajahnya tidak menampakkan ke.sedihan, tidak juga kegembiraan. Ayyub tenang-tenang saja. Justru iblis yang merasa kesal. Hasutannya percuma saja.
“Harta adalah amanah. Suatu saat pasti diambil. Allah memberikan harta kepada siapa saja yang dikehendakiNya. Dan Dia pula yang akan mengambilnya. Semua hartaku ludes. Tak mengapa, sebab itu merupakan kehendak-Nya. Kalau pun tidak sekarang, toh, kematian akan memisahkanku dari kekayaan. Lagi pula, aku sudah menikmatinya sekian lama. Tak ada yang perlu kusesali. Aku harus bersyukur bila mendapat kenikmatan dan bersabar bila kehilangan. ltu yang penting.”
lblis hanya bisa melongo. Hatinya sangat dongkol. Tak di.sangka” demikian teguh iman Ayyub. lblis semakin geram. Terlebih lagi ketika melihat Ayyub bersujud kepada Allah.
lblis pergi. Ditinggalkannya Ayyub .sendirian. Marah dan kecewa mengiringi kepergiannya. Namun, bukan iblis kalau menyerah begitu saja.la akan terus berusaha. Tujuannya memang satu menyesatkan umat manusia.

Kematian Anak-anak Tercinta
Masih ada rencana lain. Ke.sempatan masih terbuka. Ayyub mempunyai anakanak yang saleh. Mereka hidup rukun. Satu sama lain saling menyayangi. Tak pernah ada percekcokan di antara mereka. Nah, ibli.s akan menghilangkan semua itu.
Berangkatlah iblis bersama para pembantunya. Mereka menuju ke rumah yang dihuni oleh anak-anak Ayyub. Tiba di sana, langsung saja mereka beraksi. Rumah anak-anak Ayyub itu digoyang-goyang. Tak lama kemudian, rumah tersebut roboh. Rumah hancur berantakan. puing-puing berserakan. Seisi rumah bergelimpangan. mereka mati tertimpa reruntuhan.
Sungguh licik. Segala cara dilakukan. Setelah itu, buru-buru ia menyambangi Ayyub.la datang menyamar seseorang. pura-pura menyampaikan ucapan bela sungkawa.
“Anda mendapat musibah lagi. Kali ini, anak-anak mati. mereka tertimpa reruntuhan. Tubuh mereka tertimbun puing-puing. Sangat tragis. menurut saya, Allah tidak senang kepada Anda. Semua amal ibadah Anda tidak diterima. Jadi, capek-capek saja Anda beribadah. Hasilnya hanya petaka belaka. musibah datang silih berganti Sudahlah, Anda tak perlu susah- susah lagi. Anda tak usah capek-capek beribadah. Saya jamin Anda pasti selamat”
Ayyub memang bersedih. Air matanya menetes. Bagaimana tidak, anakanak itu sangat disayanginya. Namun, imannya tetap teguh. la tidak berputus asa.
“Kita semua adalah kepunyaan Allah.
Kita semua pasti kembali kepada-Nya. Sekarang, anak-anak. Besok atau lusa boleh jadi saya Sendiri. Allah yang menghidupkan dan mematikan.”

Digerogoti Berbagai Penyakit
masih belum kapok. Kembali iblis berembuk. Hasil rembukan menetapkan satu keputusan. Ayyub harus dibuat sakit Dengan cara itu, Ayyub akan terganggu sehingga ibadahnya jadi terbengkalai.
Rencana jahat sudah dibuat Bersama anak buahnya, iblis datang lagi ke kediaman Ayyub. mereka menyebarkan bermacam kuman.
Kuman-kuman mulai bekerja. Tubuh Ayyub digerayangi. Ayyub mulai merasakan kesehatannya terganggu. Berbagai penyakit dirasakannya.
Lambat laun tubuhnya menjadi kurus. Fisiknya mulai melemah. Wajahnya pucat Sedikit demi sedikit timbul bercak-bercak di kulitnya. makin lama makin banyak.
Ayyub dikucilkan. Orang-orang merasa jijik. Kerabat dan sahabat menjauh. mereka takut tertular. Hanya sang istri yang setia mendampingi. Rahmah merawatnya dengan telaten. Cintanya kepada suami begitu tulus. Tak pudar oleh keadaan.
Rahmah benar-benar sangat tabah. Tak ada keluh-kesah. Semua dikerjakannya sebagai ibadah. Segala keperluan suaminya ia penuhi tanpa perasaan wegah la merawat Ayyub meskipun penyakitnya tak jua sembuh.
Kondisi Ayyub semakin parah. Penyakitnya kian bertambah. Tapi, Ayyub tetap getol beribadah. Lisannya terusmenerus berzikir. Sepenggal kata pun tak pernah ia keluhkan. Di Pihak lain iblis semakin geram. Segala cara sudah dicoba. Gagal dan gagal.lman Ayyub tak pernah goyah.

Ditinggal Istri Tercinta
Iblis kehabisan akal. Pikirannya sudah buntu. Tak tahu lagi apa yang mesti dilakukan. Harus berembuk lagi, nih, piker iblis. Semua pembantu diundang. Mereka berkumpul di suatu tempat
“Tlah kucoba berbagai cara. Tapi, hasilnya, gagal selalu gagal. Kali ini, musuh kita sangat tangguh. Sulit sekali ditaklukkan. Nah, sekarang adakah kalian punya usul?” kata iblis memulai rapat
“Tuan ini sangat berpengalaman. Sudah banyak makan asam garam. Sebaiknya tuan belajar dari pengalaman yang sudah- sudah.” Seorang pembantu ibliS sumbang saran.
“Tuan sudah berhasil memperdaya leluhur manusia. T anpa mengalami kesulitan yang berarti. Tuan bisa mengeluarkan Adam dari surga. Coba tuan ingat-ingat, bagaimana dulu tuan berhasil menjerumuskan Adam,” tambah yang lain.
“Aku memanfaatkan istrinya.” “Nah, itu dia. Tuan bisa mencoba cara yang satu ini.”
“Tuan harus memperalat istri Ayyub.”
“Benar juga. Kenapa baru terpikirkan sekarang? Coba dari dulu, pasti berhasil mata iblis bersinar-sinar. Sangat senang menemukan cara yang ampuh.
“Kalau begitu, jangan ditunda-tunda lagi. Tuan harus segera beraksi. Mumpung istri Ayyub mulai kesal. lni kesempatan bagus.”
“Ya, hanya ini satu-satunya cara.
Aku akan memperdaya istri Ayyub. Kali ini, pasti sukses.” ujar iblis bersemangat
Rembukan berakhir. Rencana segera dilaksanakan. Tanpa menunda-nunda lagi ibliS menemui istri Ayyub. Pada kesempatan ini, ia menyamar sebagai kawan dekat Ayyub.
“Hai, apa kabar? Bagaimana keadaan suami Nyonya sapa iblis.
“Kamu ini siapa!
“ Saya teman Ayyub!
harus sabar. Allah sedang menguji kita. Akankah kita lulus atau gagal dalam ujian ini? Kanda ingin bertanya, berapa lama kita hidup senang?”
“Delapan puluh tahun.”
“Terus, sudah berapa lama kita ini hidup menderita?”
“Tujuh tahun.”
“Tuh, kan, sabar kita belum sebanding dengan syukur kita. Sebenarnya, Kanda malu. masa baru ditimpa kemalangan sebentar saja sudah mengeluh. Tidak, Kanda tak mau. Kanda malu mengata-kannya kepada Allah.”
“Tapi Suamiku, Dinda sudah muak dengan semua ini.”
“Dinda telah termakan bujukan setan. Iman Dinda mulai goyah. Kalau memang Dinda sudah tidak sanggup, silakan Dinda pergi. Tapi, ingat, Kanda akan menghukum Dinda bila kembali ke Sini. Kanda akan mencambuk Dinda seratus kali,” nada bicara Ayyub meninggi. Kata-katanya sangat keras.
merah padam muka Rahmah. marah bukan main mendengar pengusiran suaminya. Tanpa berkata-kata lagi, ia pun ngeloyor pergi. Tinggallah Ayyub sebatang kara. Tak ada teman, tak ada handai tolan.
Ya Allah, aku telah mengalami berbagai penderitaan. Berilah aku kesabaran dalam menghadapi semua ini. Jangan biarkan setan merusak keimananku. Sungguh Engkau maha Pengasih dan maha Penyayang.

Memenuhi Sumpah
Ayyub lulus dalam ujian. Keimanannya tak tergoyahkan. Kesabarannya tak pernah luntur. Ia senantiasa tabah dalam menjalani semuanya. Tiba saatnya Ayyub mendapat balasan. Allah kemudian berkata kepadanya, Coba jejakkan kakimu ke tanah. Dari tanah itu air akan memancar. Segala penyakitmu akan sembuh dengan air itu. Kamu akan pulih seperti sediakala. mandilah dengan air itu.
Dengan izin Allah, semua penyakit Ayyub hilang. Ayyub sembuh. Kulitnya kembali seperti semula. Tak ada bekas sedikit pun. Tubuhnya kini menjadi sehat dan bugar kembali.
Nan jauh di sana. Istri Ayyub sedang duduk termenung. Hatinya tergugah. Sadar akan kesalahan yang telah diperbuatnya. Air mata membasahi kedua pipinya. Pikirannya senantiasa teringat akan nasib suaminya.
Tanpa menunda-nunda waktu, Rahmah segera berkemas. Kakinya melangKah terburu-terburu.Seakan tak sabar ingin segera bersua dengan suaminya. Perasaan bersalah membuatnya ingin segera meminta maaf.
Sesampainya di rumah, langkah kakinya terhenti Ada perasaan ragu. Waswas kalau suaminya tak mau menerimanya kembali.
Namun, tiba-tiba pintu terbuka. Seseorang muncul dari balik pintu.
“Ehmmm … , benarkah ini rumah Ayyub?” kata Rahmah ragu-ragu. Yang ditanya menganggukkan kepala.
“Anda ini siapa?”
Yang ditanya malah tersenyum. Geli juga melihat istri sendiri tak lagi mengenalnya.
“Saya Ayyub.”
Si istri terkejut mata melongo. Seakan tak percaya dengan apa yang dilihatnya.
“Ayyub yang mana, ya?”
“memang Nyonya mencari Ayyub yang manar kata Ayyub menggoda.
“Saya mencari Ayyub, suami saya.”
“Yang berdiri di hadapan Nyonya inilah Ayyub. Ayyub suami Nyonya.”
mendengar pengakuan itu, si istri menghambur. Dipeluknya Ayyub erat-erat Perasaan rindu begitu menggunung. mulutnya tiada henti mengucap syukur.
Kini suami telah sehat Keadaannya telah pulih seperti sediakala.
Ayyub dan Rahmah sangat berbahagia. Keduanya bisa berkumpul kembali. Namun, masih ada satu persoalan. Dulu, waktu Rahmah dipersilakan pergi, Ayyub pernah bersumpah. Ayyub akan mencambuk istrinya seratus kali bila ia kembali kepadanya.
Sumpah tetap sumpah. Harus dipenuhi. lnilah yang membuat Ayyub bingung. Di satu SiSi, ia wajib menunaikan sumpahnya. Tapi, di Sisi lain, ia merasa kasihan kepada Rahmah. Bagaimanapun istrinya sangat setia. Teman dalam suka dan duka. Adapun ia pernah berbuat kesalahan, ya, wajar-wajar saja. Namanya juga manuSia. Tak ada manusia yang luput dari kesalahan.
Bingung. Tak tahu apa yang harus diperbuat Akhirnya, kebingungan pun sirna. Allah memberi petunjuk.
Hai, Ayyub, ambillah seikat rumput Cambuklah istrimu dengan rumput itu seratus kali. Dengan begitu, sumpahmu telah terpenuhi.

Buah Kesabaran
Ayyub benar-benar seorang penyabar. Berbagai penderitaan dilaluinya dengan mulus. Tidak hanya cobaan yang enteng, tetapi juga yang berat-berat Ayyub tahan Uji. Keimanannya tak pernah tergoyahkan.
Kesabaran Ayyub, bahkan membuat iblis menderita. Segala cara telah dilakukan. Namun, Ayyub tetap teguh. Sampai akhirnya, iblis pun menyerah. la tak sanggup memperdaya orang .sabar .seperti Ayyub.
Setiap perjuangan selalu membuahkan hasil. Termasuk juga kesabaran Ayyub. Allah membalas kesabaran Ayyub di dunia dan di akhirat Di dunia ke.sehatan Ayyub pulih seperti sediakala. Ayyub kembali dikaruniai banyak anak. Tidak hanya itu, kekayaannya pun dikembalikan. Dan di diakhirat sudah jelas ia meraih pahala berlipat ganda.

—oOo—
Read More..

No comments:

Post a Comment